Perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) bukan merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang harus dilindungi.
Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad mengatakan secara teologis religius, manusia memang dilahirkan berpasangan-pasangan.
"Dimana berarti ada dua hal yang berbeda sebetulnya, terjadi perilaku menyimpangan karena budaya, karena lingkungan yang sebetulnya pilihan, boleh dikatakan bukan termasuk dari hak asasi," tegasnya dalam diskusi bertajuk 'LGBT, Hak Aasasi dan Kita' di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/12).
Diketahui, beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya yang mengatur tentang kejahatan asusila, Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292.
Suparji mengakui bahwa dengan mengajukan uji materi itu, para pemohon pada dasarnya menginginkan adanya sebuah kriminalisasi terhadap homo seksual dan perilaku kriminal kelamin. Hal itu menurutnya karena dalam hukum pidana, ada yang namanya asas legalitas.
"Dimana (pelaku) tidak mungkin dipidana tanpa adanya sebuah norma, tanpa adanya sebuah undang-undang. Maka berusahalah mengharapakan ada regulasi yang dikeluarkan oleh semacam aturan yang diperluas oleh MK, tetapi MK tidak mengabulkan," sesalnya.
Dengan begitu, menurut dia MK bisa dibilang dengan legal telah melakukan pembiaran terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh kaum LBGT.
"Pembiaran ini sebagai suatu perbuatan yang patut kita sayangkan, karena sesungguhnya MK bisa saja melakukan perluasan perluasan norma yang ada didalam KUHP atau UU yang lain. Jadi kalau MK mengatakan tidak bisa memperluas norma itu sesungguhnya ada inkonsistensi yang dilakukan MK. Karena sudah banyak putusan-putusan MK itu yang diantaranya konstitusional besar," jelasnya.
[dem]