Berita

Nasaruddin Umar/Net

Pancasila & Nasionalisme Indonesia (132)

Mendalami Sila Kelima: Membasmi Gratifikasi
JUMAT, 22 DESEMBER 2017 | 10:28 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

KEADILAN sosial tidak bisa terwujud di dalam budaya Ko­rupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Salah satu wujud KKN ialah gratifikasi yakni pembe­rian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, ra­bat (discount), komisi, pinja­man tanpa bunga, tiket per­jalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. "Gratifikasi tersebut baik yang di­terima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik." (Lihat Penjelasan Pasal 12BAyat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001).

Dalam UU No. 20/2001 setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap. Langkah yang harus segera dilakukan bagi siapa saja yang menerima gratifikasi ialah yang bersangkutan harus segera melaporkannya kepada KPK yang menu­rut peraturan paling lambat 30 hari kerja. Sese­orang tidak boleh seenaknya menyederhanakan gratifikasi menjadi hadiah, karena hadiah, sogok, dan gratifikasi sudah jelas perbedaannya, seba­gaimana dibahas dalam artikel terdahulu.

Siapapun sebagai subjek hukum harus diang­gap mengerti hukum yang berlaku di Indonesia tentang gratifikasi. Tidak boleh berlindung di da­lam ketidaktahuan untuk membenarkan terjadin­ya gratifikasi. Beberapa contoh gratifikasi seba­gaimana sering dijelaskan oleh Humas KPK ialah pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi, pemberian hadiah, bonus, parsel kepada pejabat pada saat hari-hari tertentu oleh rekanan atau bawahan, hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut, pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan, pemberian biaya atau ongkos naik haji dari re­kanan kepada pejabat atau keluarganya, hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lain­nya dari rekanan, pemberian hadiah atau souve­nir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja, pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan ter­ima kasih karena telah dibantu.


Ada suatu kasus yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi bangsa kita ialah bagaimana sikap Nabi Muhammad Saw terhadap gratifikasi. Abu Hu­maid al-Sa'idi r.a. berkata: "Nabi Muhammad Saw memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Az­di bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat." Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: Hadza la­kum wa hadza ahdiya liy (Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku). Nabi menang­gapi kasus ini dengan mengatakan: "Kalau engkau duduk saja di rumah ayahmu atau ibumu, menung­gu, apakah ada yang akan memberikan kepada­mu hadiah? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan- Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik." Kemudian beliau men­gangkat tangannya, sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): "Ya Allah bukankah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan," sebanyak tiga kali Demi Allah yang jiwa Muhamad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melaink­an ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya.

Nabi bersikap tegas terhadap pemungut zakat itu sangat tegas. Hadiah yang diperolehnya itu bukan hadiah dalam arti normal tetapi sudah masuk gratifikasi karena memiliki keterkaitan dengan tugas dan fungsinya sebagai kolektor zakat. Nabi dengan tegas mengancam api ner­aka bagi mereka yang melakukan praktik grati­fikasi, sebagaimana dilakukan salah seorang sa­habatnya. Logika yang digunakan Nabi sangat tepat. Jika yang bersangkutan hanya berdiam di rumah, tidak berkeliling dengan menggunakan atribut atau identitas penerima zakat, maka su­dah barang tentu tidak akan memperoleh hadiah apapun dari mereka.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya