Berita

Nusantara

Jaksa Kasus Reklamasi Hutan Mangrove Tanjung Benoa Diprotes Aktivis Lingkungan

JUMAT, 22 DESEMBER 2017 | 13:25 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Jaksa yang menangani kasus reklamasi hutan mangrove di Kawasan Tanjung Benoa Bali mendapat kritikan pedas.

Jaksa dinilai tak berani menuntut hukuman berat kepada I Made Wijaya alias Yonda, terdakwa yang juga anggota DPRD di Bali. Para aktivis berharap, hakim akan berpijak pada keadilan saat vonis dijatuhkan.

Dalam sidang yang berlangsung pekan lalu, Jaksa Suhadi dkk hanya menuntut 8 bulan penjara dan denda Rp10 juta kepada Yonda, Anggota Dewan dari Kabupaten Badung, Bali. Jaksa menggunakan pasal dalam UU Nomor 5 tahun 1990, tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem.


Selain anggota dewan, Yonda juga seorang Bendesa Adat di Tanjung Benoa. Awal tahun, Kepolisian menerima pengaduan tertulis dari sejumlah aktivis lingkungan mengenai adanya perusakan hutan mangrove di Tanjung Benoa. Setelah menerjunkan penyidik dan mengecek TKP, pada Juni lalu, Yonda ditangkap dan ditahan Polda Bali. Polisi menemukan penimbunan tanah atau reklamasi di lahan hutan mangrove. Luas hutan mangrove yang ditimbun mencapai 500 meter persegi.

Kepada Polisi, Yonda beralasan kegiatan itu dilakukan untuk melindungi pura desa dari abrasi dan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.

Di tengah proses hukum ini, Yonda juga terjerat kasus lain. Agustus lalu, Polda Bali menetapkan dia sebagai tersangka kasus pungli terhadap sejumlah pengusaha water sport di Tanjung Benoa. Diduga, pungli terjadi sejak Desember 2014, dan nilainya mencapai puluhan miliar. Yonda kini menjalani proses persidangan kasus reklamasi, juga sekaligus pemeriksaan kasus pungli.

Kembali ke kasus hutan mangrove, tuntutan Jaksa yang ringan dikritik oleh sejumlah aktivis lingkungan. Ketua Umum Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali Steve WD Sumolang merasa tuntutan itu menciderai rasa keadilan. Ada dua pelanggaran yang telah dilakukan. Pertama, melakukan penebangan mangrove untuk akses jalan masuk ke pantai. Dan kedua, melakukan reklamasi liar berupa penimbunan pasir, sehingga bisa mengubah bentang alam, untuk membangun sarana komoditi.

"Setahu kami, UU Nomor 18 tahun 2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengerusakan Hutan, hukumannya paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun penjara. Ini kok di bawah minimal," katanya.

Selain FPM, ada tiga lagi aktivis lingkungan yang protes atas tuntutan itu. Yakni, Garda Tipikor, Lembaga Kajian Masalah Sosial (LKMS) dan Aliansi Penyelamat Demokrasi Hukum & HAM Bali. Mereka melayangkan surat kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan RI yang ditembuskan ke Presiden, dan sejumlah lembaga tinggi negara lainnya yaitu Ketua DPR RI, Ketua KPK, Ombudsman RI, Kapolri, Jaksa Agung, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Ketua MA, Ketua Komisi Yudisial, Menkum HAM dan Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.

Dalam suratnya, para aktivis ini menilai tuntutan Jaksa bertolak belakang dengan semangat pemerintah untuk menjaga lingkungan dan memerangi pengerusakan lingkungan. Dia menilai sangat ironi tuntutan Jaksa ditengah harapan masyarakat yang gencar menyuarakan penolakan reklamasi di Kawasan Benoa sebagai bagian kawasan suci umat Hindu, sekaligus Kawasan Konservasi milik pemerintah. Apalagi, dikutip dari https://acch.kpk.go.id/id/gn-sda/denpasar ternyata KPK pernah turun tangan ke Pulau Dewata untuk mensosialisasikan Gerakan Penyelamatan Sumber Daya Alam di Denpasar.

Menanggapi protes para aktivis lingkungan, salah satu kuasa hukum Yonda, Iswahyudi Edy P kepada wartawan menyatakan, sangat yakin proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan akan berlangsung tanpa intervensi pihak manapun.

"Pengadilan dalam memutus perkara, tidak bisa diintervensi pihak manapun. Demikian pula untuk perkara klien kami," katanya.

Semoga, putusan yang akan dijatuhkan hakim nanti benar-benar sesuai dengan keadilan dan hati nurani. Hukum harus ditegakkan agar komitmen Pemerintah dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup benar-benar terwujud. Semoga putusan hakim bisa memenangkan rasa keadilan masyarakat. [mel]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya