Perhimpunan Jurnalis (PENA) Nusa Tenggara Timur (NTT) di Bali tetap menuntut klarifikasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy tentang pernyataannya yang dimuat sejumlah media online dan cetak nasional beberapa hari lalu.
Mendikbud dalam pernyataannya, membeberkan laporan Program for International Students Assesement (PISA) saat pertemuan di UNESCO November lalu. Survei PISA menyebutkan bahwa kualitas pendidikan Indonesia masuk ranking paling bawah.
Terkait hal itu, Mendikbud menyebut jika sample dari survei itu adalah siswa-siswi asal NTT. "Saya kuatir yang dijadikan sample Indonesia adalah siswa-siswa dari NTT semua," kata Muhadjir.
PENA NTT menilai Mendikbub Muhadjir telah mengkambinghitamkan siswa siswi NTT sehingga menyebabkan kualitas pendidikan Indonesia terpuruk lewat pernyatannya tersebut.
"Kami 38 orang wartawan asal Nusa Tenggara Timur di Bali hanya ingin mencari kebenaran pernyataan Bapak di
Harian Jawa Pos," ujar Sekretaris PWI Bali, Emanuel Dewata Oja, Jumat (8/12).
"Jika Bapak memang benar telah mengeluarkan pernyataan itu, dengan rendah hati kami mohon Bapak minta maaflah minimal kepada anak-anak atau adik-adik kami para siswa/siswi NTT bahwa mereka bukan biang kerok terpuruknya peringkat mutu pendidikan Indonesia di mata dunia, semata-mata karena secara nasional mutu pendidikan NTT sangat buruk," pinta Emanuel, melanjutkan.
Emanuel menyebutkan, sudah 72 tahun bangsa ini merdeka, tapi masih banyak siswa/siswi di NTT bersekolah di bawah pohon, satu buku tulis untuk semua mata pelajaran, jalan kaki berkilometer untuk menempuh pendidikan dan seringkali tanpa sarapan pagi. Bahkan para guru harus berkebun karena honor mereka kecil.
"Ini fakta Pak, sementara daerah lain sudah mulai dengan
i-learning, belajar lewat internet, ke sekolah tidak sulit transportasi dan banyak kemudahan lain. Kami di NTT menderita 72 tahun malah diejek-ejek. Jika Bapak minta maaf, selesai urusan. Dan kamipun dengan tulus, setulus tulusnya juga meminta maaf telah meminta Bapak dicopot sebagai Mendikbud, dan kita bersaudara kembali," tuturnya.
Emanuel pun meminta pihak Kemendikbud membuka transkip wawancara dengan wartawan
Jawa Pos, jika memang salah kutip seperti disampaikan Mendikbud Muhadjir.
"Kami meminta Bapak jujur dan membuka rekaman wawancara wartawan
JP yang katanya pihak Kemendikbud juga punya transkripnya. Seperti kesepakatan kita tadi malam, kami minta agar Kemendikbud bisa menunjukkan bukti wawancara tersebut hari Selasa (12/12) mendatang sesuai janji tim Kemendikbud," tegasnya.
[wid]