Peran penting pesantren dalam menghadapi berbagai persoalan bangsa, termasuk radikalisme agama mencoba diperkuat oleh Pusat Studi Pesantren (PSP) melalui kegiatan Halaqah Kiai dan Nyai, Senin-Rabu (4-6 Desember) di Bogor, Jawa Barat.
Kegiatan kali kedua bertema "Jihad Pesantren Berbasis Literasi: Ikhtiar Menangkal Radikalisme Beragama" ini diikuti oleh sekitar 50 kiai dan nyai pimpinan dan pengasuh pondok pesantren dari berbagai daerah.
Direktur Pusat Studi Pesantren Achmad Ubaidillah mengatakan, ikhtiar yang dilakukannya ini merupakan usaha menjalin jarÂingan dan konsolidasi lintas peÂsantren untuk mewujudkan tujuan bersama dalam meningkatkan literasi pesantren sebagai upaya menangkal radikalisme agama.
"Tantangan pesantren di era teknologi tidaklah mudah mengÂingat propaganda radikal saat ini memanfaatkan berbagai ruang media digital," ujar Ubaidillah yang berasal dari keluarga besar Pesantren Al-Falak Pagentongan, Loji, Kota Bogor.
Upaya literasi pesantren, samÂbungnya, sudah dilakukan oleh Pusat Studi Pesantren ke berÂbagai daerah. PSP sudah kelilÂing ke delapan provinsi untuk meningkatkan penguatan literasi pesantren di era digital.
"Saat ini kami sudah memiliki sekitar 600 kader," jelasnya.
Ubaidillah menilai, halaqah para kiai dan nyai ini penting sebagai wujud meneruskan perÂjuangan para ulama pendahulu. Menurutnya, dahulu para ulama tidak berhenti memperkuat konÂsolidasi dalam menghadapi sekaligus mencari solusi atas problem bangsa dan negara.
"Perjumpaan para ulama peÂsantren seperti Syekh Nawawi Al-Bantani, KH Hasyim Asy'ari adalah usaha memperkuat perÂjuangan," ungkapnya.
Dalam meniti perjuangannya saat ini, Ubaidillah mengaku terinspirasi dari kakek buyutnya, KH Tubagus Muhammad Falak, ulama kharisÂmatik kelahiran Pandeglang dan pendiri NU di Bogor.
"Halaqah ini merupakan upaya rekontekstualisasi perjumpaan para kiai," terangnya.
Menurut Ubaidillah, pimpinan elit agama, termasuk kiai sebagai pengasuh, dai, pimpinan organÂisasi sosial keagamaan, maupun pimpinan politik yang berbasis agama, memegang kunci penting ke mana layar akan berkembang dan ke mana biduk agama akan dibawa.
"Ke arah konsensus dan komÂpromi yang mengarah ke kesejukan dan perdamaian, atau ke arah pertentangan, mutual distrust, konflik, dan kekerasan," tandasnya.
Dalam halaqah ini, PSP membahas lima materi penting. Pertama, Seluk Beluk Terorisme: The Untold Story yang dibÂawakan oleh Ustadz Sofyan Tsauri. Kedua, Pemaknaan Ayat-Ayat Jihad dalam Konteks Keindonesiaan dan Kemanusiaan yang diisi oleh KH Ahmad Ishomuddin.
Ketiga, Jihad Pesantren Berbasis Literasi yang disampaiÂkan Nyai Fadhilah Khunaini. Keempat, Membendung Arus Ekstremisme di Indonesia. Kelima, Integrasi Pesantren dan Masyarakat: Khittah Berdirinya Pesantren yang dibawakan oleh Kiai Abdullah Syam. ***