Pemerintah tak punya niat menjual induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sudah terbentuk, salah satunya holding tambang. Holding dibentuk agar perusahaan pelat merah bisa tumbuh lebih besar.
Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) menargetkan mendirikan enam holding sektoral BUMN. Setelah holding pertambangan terbentuk, kini pemerintah tengah menyiapkan pendirian holding minyak dan gas (migas) antara PT PGN (Persero) Tbk dengan PT Pertagas (Persero). Ketiga, holdÂing perbankan dan jasa keuangan. Keempat, holding konstruksi dan jalan tol. Kelima, holding perumaÂhan, dan terakhir holding pangan.
Direktur Jenderal (Dirjen) KeÂkayaan Negara, Isa RachmatarÂwarta menegaskan, setelah holdÂing itu terbentuk, pemerintah tidak akan menjualnya. "Tidak kita jual (holding). Buktinya Semen IndoÂnesia tidak dijual, tapi kita mau bangun lebih besar lagi," tegas Isa Rachmatarwarta saat acara Forum Merdeka Barat 9 di kanÂtor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, kemarin.
Untuk diketahui, PT Semen Indonesia Tbk merupakan induk usaha yang membawahi PT SeÂmen Gresik, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, dan Thang Long Cement.
Menurut Isa, pemerintah ingin membantu holding BUMN ini tumbuh lebih besar. Tentunya buÂkan dari suntikan modal negara seÂcara langsung (Penyertaan Modal Negara/PMN). "Tapi bagaimana menciptakan fasilitas atau kebiÂjakan yang lebih besar," ujarnya.
Sebagai contoh, PT Inalum (Persero) yang menjadi holding BUMN tambang. Perusahaan membawahi PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Freeport Indonesia.
Saham seri B milik negara pada Antam, PTBA, Timah, dan seluruh saham Freeport IndoneÂsia dialihkan ke Inalum sebagai tambahan PMN atau inbreng. Berdasarkan Peraturan PemerinÂtah (PP) Nomor 72 Tahun 2016, kendali pemerintah melalui saÂham seri Amaupun Inalum.
Emban Tugas Berat Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno mengatakan, dengan pengelolaan yang baik diharapkan holding pertambangan bisa mencetak pendapatan sebesar 25 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 337,82 triliun pada 2025.
"Untuk mendukung langkah tersebut, holding kini sedang menyatukan visi, bersinergi menÂciptakan efisiensi, melakukan diversifikasi produk, menghitung skala bisnis, dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)," kata Fajar di Jakarta.
Menurutnya, sebagai holding, peran BUMN tambang ke depan harus ditingkatkan. Pasalnya, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun peran BUMN dalam mengelola sumber daya tersebut tidak makÂsimal. "Pengelolaannya masih sangat kecil. Khususnya untuk komoditas bauksit, emas, niÂkel, batubara, dan timah, peran BUMN saat ini hanya berkisar 7-20 persen, sehingga potensi untuk meningkatkan penguasaan sumber daya mineral dan batubara masih sangat besar. Tugas holding tambang benahi ini," kata Fajar.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UniversiÂtas Gajah Mada (UGM) ATony Prasetiantono menilai, pembenÂtukan holding pertambangan dinilai tidak akan efektif jika ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja BUMN sektor tambang.
"Pembentukan holding itu malah akan memunculkan masalah baru. khususnya di sisi manajemen. KaÂlau untuk meningkatkan efesiensi manajemen BUMN tambang itu lebih tepat di-merger, bukan holdÂing. Holding sebetulnya hanya transisi," ujar Tony.
Dalam pelaksanaan merger juga dibutuhkan situasi yang kondusif untuk menunjang keberhasilan dari tujuan yang dicapai. Karena itu dia meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN mengÂkaji ulang terkait implementasi holding BUMN pertambangan.
"Desakan mengkaji ulang rencana pembentukan holding BUMN pertambangan didasarÂkan karena terdapat ketidakefekÂtifan dari implementasi holding sebelumnya di sektor perkebunan dan semen. Coba lihat, holding semen juga nggak efektif karena mereka (anak usaha SMGR) masih bawa entitas masing-masing dan membawa budaya organisasi masing-masing. Jadi holding itu sekarang hanya forum rapat saja," tegasnya. ***