Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

Setetes Kasih Sayang Di Samudera Kebencian

SELASA, 05 DESEMBER 2017 | 05:49 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

SRI Paus Fransiskus memohon maaf kepada etnis Rohingya atas nama orang-orang yang menganiaya mereka.  

"Derita Anda sangat keras, sangat besar Kami menyediakan ruang di hati kami untuk Anda. Atas nama semua orang, dari orang-orang yang menganiaya Anda, orang-orang yang menyakiti Anda, dan terutama ketidakpedulian dunia, saya mohon maaf. Maafkan kami," demikian kata Sri Paus Fransiskus seperti dikutip dari CNN.

Derita
Saat bertemu dengan kelompok multi-agama pada Jumat, 1 Desember 2017 di Katedral St. Mary, kota Dhaka, Sri Paus Fransiskus mendengarkan keluhan derita para pengungsi Rohinhgya yang dihampirinya satu per satu.

Saat bertemu dengan kelompok multi-agama pada Jumat, 1 Desember 2017 di Katedral St. Mary, kota Dhaka, Sri Paus Fransiskus mendengarkan keluhan derita para pengungsi Rohinhgya yang dihampirinya satu per satu.

Foyez Ali Majhi, seorang pengungsi dari kamp Balukhali yang bertemu dengan Sri Paus Fransiskus, mengatakan bahwa dia meminta Sri Paus untuk menyebarkan informasi ke dunia tentang penderitaan mereka. Foyez mengatakan militer Myanmar membunuh dan memperkosa keluarga dan tetangga mereka.

"Rumah kami dibakar dan mereka (militer Myanmar) telah mengambil semuanya. Saya memberi tahu paus untuk mengusahakan keadilan bagi kami," katanya seperti yang dilansir Al Jazeera pada 1 Desember 2017.

Abul Syed, pengungsi Rohingya lainnya yang bertemu dengan Paus Fransiskus, mengatakan bahwa mereka berbicara mengenai tuntutan tertentu.

"Yang utama adalah memberi identitas kami kembali," kata Syed. "Kami menginginkan kewarganegaraan Rohingya di Myanmar.

Syed, yang berbicara atas nama kelompok pengungsi Rohingya, mengatakan, mereka menuntut agar Myanmar memastikan pemulangan semua etnis Rohingya yang telah melarikan diri. "Paus telah mendengarkan kami dan dia mengatakan bahwa dia akan membicarakan tuntutan kami ke panggung dunia," kata Syed.

Terlihat dalam momen itu, beberapa pengungsi Rohingya menitikan air matanya saat menunggu bertemu pemimpin umat katolik dunia tersebut. Sri Paus pun memeluk satu per satu perwakilan etnis minoritas paling terrtindas di dunia itu.

Lebih dari 600.000 orang Rohingya telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh karena takut akan pelanggaran oleh tentara Myanmar. Mereka mengalami serangkaian tindakan diskriminatif oleh pemerintah Myanmar termasuk dicabut kewarganegaraannya.

Inflasi Kemanusiaan
Berita tentang Sri Paus Fransiskus memohon maaf atas kesalahan yang dibuat oleh orang lain terasa sulit dipercaya akibat seolah merupakan suatu benda asing di tengah kemelut kebencian yang menyeret umat manusia ke jurang derita akibat kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia.

Peradaban umat manusia masa kini sedang menderita inflasi kemanusiaan. Di masa industri public relations memang sedang merajalela di kehidupan masa kini maka permohonan maaf Sri Paus kepada kaum Rohingnya rawan dituduh sebagai sekedar pencitraan belaka.

Namun pencitraan bak pisau yang menjadi baik atau buruk sepenuhnya tergantung pada tujuan penggunaannya baik atau buruk. Maka pencitraan yang dilakukan Sri Paus Fransiskus dengan memohon maaf kepada kaum Rohingnya adalah bukan saja baik namun indah.

Sri Paus Fransiskus mulai pada diri sendiri berniat menyadarkan umat manusia untuk menghentikan kebencian dan kekerasan demi senantiasa berupaya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan di planet bumi ini.

Mungkin saja apa yang dilakukan Sri Paus Fransiskus hanya merupakan setetes kasih-sayang di tengah samudera kebencian maka terkesan mubazir belaka. Namun semoga setetes kasih-sayang Sri Paus Fransiskus akan disusul tetesan-tetesan kasih-sayang yang dipersembahkan oleh mereka yang masih sadar maka yakin bahwa sebenarnya yang dibutuhkan umat manusia termasuk kaum Rohingya dan kaum tertindas di berbagai pelosok dunia termasuk Indonesia sebenarnya bukan kebencian namun kasih-sayang.

Alangkah indahnya apabila akibat akumulasi tetesan-tetesan kasih sayang maka samudera kebencian berubah menjadi samudera kemanusiaan. [***]

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya