Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan penegak hukum lainnya perlu bergerak mengawasi banyaknya izin tamÂbang diterbitkan jelang pilkada. Bisa jadi, incumbent atau peÂtahana ingin mencari ongkos pilkada dengan ngobral atau mudah keluarkan izin tambang.
Sinyalemen maraknya izin tambang dikeluarkan jelang pilkada diungkapkan Wapres Jusuf Kalla.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, pernyataan Jusuf Kalla ini harus ditanggapi serius oleh KPU, KPK, dan aparat hukum lain.
"Saya rasa Wapres menyaÂtaka itu bukan tanpa bukti. Penyelenggara pemilu, KPK dan penegak hukum jangan anggap remeh pernyataan Wapres itu," kata Ujang kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Ujang menyebutkan, izin tambang kerap muncul dan diduga penerima izin tersebut akan membiayai seluruh biaya pemenangan dalam pilkada.
"Dari komentar Wapres musti dicurigai, apakah ada indikasi izin tambang itu keluar untuk mencari dana dalam rangka keÂmenangan pilkada," ujarnya.
Karenanya, lanjutnya, KPK harus memantau dan turun tanÂgan apakah proses izin tamÂbang itu legal dan murni ntuk pembangunan daerah atau ada indikasi kongkalingkong kepala daerah dengan pengusaha.
"Kalau ada kongkalikong antara kepala daerah dengan pengusaha tentu itu sudah meÂnyalahi aturan dan dianggal melakukan korupsi dengan menyalahgunakan kekuasaan. Ujung-ujungnya nanti negara akan dirugikan atas izin tambang itu," tegasnya.
Pengamat politik Alumni Universitas Indonesia ini menyebutkan, seyogyanya pilkada tidak dibumbui dengan dramakorupsi. Karena hal itu justru menimbulÂkan ketidak percayaan masyarakat pada sistim demokrasi.
"Masa habis pilkada terbitlah korupsi, ini kan tidak bagus. Jangan sampai masyarakat semakin muak dengan pesta demokrasi lima tahunan seperti pilkada, Pileg dan pilpres, karena selalu dibumbui dengan drama korupsi," jelasnya.
Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla mengatakan, banyak kepala daerah kerap mengambil kebijakan kilat jelang pemilihan kepala daerah (pilkada).
Padahal, kata JK, biasanya kepala daerah cenderung lamban mengambil kebijakan karena khawatir terhadap pengawasan penegak hukum. "Mau pilkada biasanya izin-izin tambng berteÂbaran, kadang-kadang juga douÂble," ujar JK saat membuka acara Rakorwasdanas 2017, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (30/11) lalu.
Menurut Wapres, langkah obral izin tambang ini bisa menjadi masalah baru. Jika tidak dilakukan sesuai aturan, maka kepala daerah bisa tersangkut kasus hukum.
JK meminta seluruh penegak hukum saling berkoordinasi unÂtuk membuat sistem pengawasan efektif. Tujuannya, agar jajaran pemerintah di daerah tidak memiliki celah untuk korupsi.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini berharap, kerjasama antara pemerintah dan penÂegak hukum mulai dari KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan bisa berjalan baik.
Selain itu, JK meminta agar sistem pengawasan tidak memÂbuat jajaran pemerintah daerah takut mengambil kebijakan. "Harapan kami kepada saudara-saudara sekalian jangan takut pada sistem pengawasan. Kalau Anda benar, Anda semua WTP, asal jangan WTP dengan main mata juga," pungkas JK.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, bisnis pertambangan di Indonesia banyak bermasalah. Indikasinya bisa dilihat dari banyaknya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah. Menurut data KPK, ada 4.000 IUP diduga bermasalah.
Permasalahan ini diduga meÂnyangkut banyak pihak, dari eksekutif dan legislatif tingkat daerah hingga pusat. "Jangan-jangan semua main mata, jangan-jangan ada suapnya, mulai dari pemberian izin dan proses produksinya dilaporkan hanya sedikit. Akhirnya kami berpendapat, KPK mesti beyond corÂruption, tidak bisa hanya bicara," kata Koordinator SDA Direktorat Litbang KPK, Dian Patria, Selasa, 30 Agustus 2016. ***