Keluarga dari almarhum Yoyo Siswoyo yang sebelumnya berstatus terdakwa kasus dugaan penganiaayan, mengajukan memori Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung melalui kuasa hukumnya.
Peninjauan kembali itu dilakukan karena dalam putusan kasasi tertanggal 6 September 2017, Yoyo dihukum enam bulan penjara dan dinyatakan bersalah dalam kasus penganiayaan serta diminta untuk membayar biaya perkara.
Padahal, Yoyo yang merupakan anggota DPRD Cirebon telah meninggal dunia saat proses kasasi baru berlangsung. Yoyo meninggal dunia pada 20 Mei 2017 jam 05.30 WIB di sebuah rumah sakit di Jakarta. Sedangkan Jaksa mengajukan memori kasasi pada tanggal 22 Mei 2017.
"Kami telah mengajukan memori Peninjauan Kembali dan mengirimkan surat pengaduan kepada Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung agar memeriksa majelis hakim kasasi perkara Yoyo," kata kuasa hukum Yoyo, Andri W. Kusuma, dalam keterangan pers tertulis, Rabu (29/11).
Perkara kasasi Yoyo tercatat dalam perkara pidana nomor 850 K/Pid/2017. Perkara tersebut ditangani oleh Ketua Majelis Hakim Sofyan Sitompul, dan hakim anggota, Margono, H. Eddy Army, dan Dwi Sugiarto selalu panitera pengganti.
Andri mengatakan memori Peninjauan Kembali diajukan atas permintaan anak Yoyo selaku wahli waris. Dikatakan Andri, dalam sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri Sumber Kabupaten Cirebon, Yoyo dinyatakan bebas murni. Putusan bebas Yoyo tercantum dalam Putusan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor : 38/Pid.B/2017/PN.Sbr tanggal 27 April 2017.
Putusan untuk kasasi itu dianggap janggal karena jaksa seharusnya tahu bahwa terdakwa sudah wafat saat proses kasasi baru berjalan. Andi juga sempat mendengar Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon telah mengirimkan wakilnya ke Lurah atau Kuwu Desa Bobos Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon untuk mengkonfirmasi wafatnya almarhum Yoyo.
Tapi, kata Andri, Jaksa tetap memaksakan diri untuk memasukkan Memori Kasasi pada tanggal 22 Mei 2017, walaupun telah mengetahui Yoyo telah meninggal dunia. Menurut dia, hal tersebut tidak masuk akal sehat karena secara hukum sangat tegas dikatakan dalam Pasal 77 KUHP bahwa kewenangan menuntut pidana hapus bila si tertuduh meninggal dunia.
Andri menambahkan, keluarga Yoyo terpaksa harus mengajukan kontra memori kasasi dan meminta MA menolak permohonan kasasi dari jaksa penuntut umum. Tetapi Majalis Hakim pada tingkat kasasi dalam perkara a-quo- tetap menerima permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum. Bahkan, menghukum seseorang yang diketahuinya sudah meninggal dunia serta meminta orang yang sudah meninggal dunia tersebut membayar biaya perkara.
"Majelis Hakim Tingkat Kasasi dalam perkara a-quo- telah sengaja mengabaikan ketentuan hukum Pasal 77 KUHP dan juga melanggar asas audio et alteram partem karena sesungguhnya ahli waris Yoyo dalam kontra memori kasasinya telah secara rinci menjelaskan tentang kematian almarhum Yoyo dan juga duduk perkaranya," terang Andri
Dia menambahkan, perkara ini berbahaya dalam rangka penegakan hukum di Indonesia bila Ketua MA tidak segera mengambil tindakan karena putusan hakim itu juga dapat menjadi yurisprudensi.
[ald]