Penetrasi ekonomi digital terhadap perekonomian Indonesia berjalan sangat cepat. Ritel online (e-commerce) tumbuh 30 kali lipat selama tiga tahun terakhir. Hal ini disinyalir menjadi salah satu sebab ritel konvensional gulung tikar.
Menteri Koordinator PerÂekonomian Darmin Nasution mengatakan, era digital tidak bisa dihindari. Pemerintah dan pelaku usaha harus siap menghadapinya. Menurutnya, sejumlah ritel tutup bukan dampak terjadinya pelemaÂhan ekonomi. Tetapi, Indonesia sedang mengalami penyesuaian era digital. Diproyeksikannya, ritel gulung tikar masih akan terus terjadi.
"Pertumbuhan perdagangan ritel (konvensional) melambat sejak 2012. Sebelumnya tumÂbuh rata-rata di atas 10 persen, sekarang stagnan. Sementara itu, e-commerce (ritel online) tumbuh hampir 30 kali lipat dalam tiga taÂhun terakhir," kata Darmin dalam acara Digital Economic Briefing 2017 yang digelar Tempo Group, di Jakarta, kemarin.
Namun demikian, Darmin menyampaikan, pertumbuhan ritel online belum meluas ke berbagai sektor, masih menumÂpuk pada kegiatan tertentu. Jika dilihat dari jenisnya, tidak semua barang konsumsi yang diperdaÂgangkan. Lebih banyak pada jenis produk tahan lama untuk rumah tangga.
Darmin menilai, penetrasi digital memunculkan perubahan prilaku konsumen. Masyarakat cenderung membelanjakan danÂanya untuk kegiatan waktu luang seperti kuliner dan jalan-jalan. Hal itu bisa dilihat dari tumÂbuhnya industri perhotelan dan transportasi. "Kami menyadari sesuatu yang sedang terjadi. MaÂkanya kami konsen menghadapi gelombang keempat revolusi industri," katanya.
Darmin mengklaim pemerÂintah telah menyiapkan sejumÂlah kebijakan menghadapi era digital. Yakni Paket Kebijakan Ekonomi XIV mengenai peta perÂjalanan perdagangan digital untuk memberi kemudahan dan kesemÂpatan bisnis tertentu berkembang lebih cepat menghadapi perubahan yang sedang terjadi. Selain itu, pemerintah juga telah menerÂbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan InkÂlusif atau SNKI.
Terkait infrastruktur, pemerinÂtah sedang menyelesaikan proyek Palapa Ring yang melibatkan swasta dalam pembangunannya dan akan menjadi infrastruktur bagi teknologi informasi.
"Dengan selesainya proyek Palapa Ring ini, maka infrastrukÂtur teknologi dan informasi akan relatif sangat merata di seluruh Indonesia baik dilihat dari kaÂpasitas maupun kecepatannya. Harapannya masyarakat dan dunia usaha bisa menggunakan infrastruktur ini," kata Darmin.
Darmin menambahkan, IndoÂnesia memiliki potensi ekonomi digital. Berdasarkan survei AsoÂsiasi Penyelenggara Jasa InterÂnet Indonesia (APJII) di 2016 mencapai 132,7 juta. Hanya saja kendalanya, penggunaanÂnya masih didominasi aktivitas senang-senang, belum digunakan untuk kegiatan produktif.
Potensi Besar Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santoso Sungkari mengungkapÂkan, Indonesia merupakan pasar potensial industri e-commerce global. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi mencapai 8,3 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 112,41 triliun pada 2017. "Indonesia merupakan salah satu pengguna internet terbesar di dunia. Meskipun jumlahnya masih di bawah China, Amerika Serikat, India dan Brazil," ungÂkapnya.
Hari mengatakan, tren industri e-commerce terus meningkat seiring perkembangan teknologi komunikasi global. Dia memÂperkirakan pertumbuhan sekÂtor industri baru ini melonjak pesat pada 2025 dengan potensi mencapai 156 miliar dolar AS. Menurutnya, saat ini di industri e-commerce, perkembangan inÂdustri game online cukup fantasÂtis. Pada 2016, tercatat memiliki potensi 600 juta dolar AS atau Rp 8,1 triliun pada 2016. Potensi sektor ini melonjak 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 321 juta dolar AS.
Sayangnya, menurut Hari, pelaku industri kreatif Indonesia masih minim menangkap peluang perkemÂbangan e-commerce maupun game online. "Pelaku pengembang sektor e-commerce dan game online di Indonesia hanya 1 persen," pungÂkasnya. ***