Minhati Madrais, istri pentolan pemberontak Maute, Omarkhayam, meminta Kedutaan Besar Indonesia di Manila, Filipina, memberikan bantuan diplomatik setelah dia ditahan kepolisian Filipina pekan ini.
Madrais disebut berasal dari Babelan, Bekasi, ditahan pada Minggu pagi (5/11) di Steele Makers Village, Iligan City, Mindanao Utara. Minhati mengaku dirinya ketakutan seÂlama ditahan karena tidak ada satu orangpun dari KBRI Manila yang mendatanginya di penjara dan menanyakan kabarnya.
"Saya merasa tidak aman di sini, jadi tolong dari kedutaan, selamatkan saya dan anak-anak saya," pinta Minhati dilansir ABS-CBN News. Minhati mengatakan, dia membaca berita tentang kematian suaminya di internet saat pasukan militer Filipina mengepung Marawi.
Kepala Inspektur Timoteo Pacleb, Direktur regional KeÂpolisian Mindanao Utara, menÂjelaskan, Minhati ditangkap di sebuah rumah di Steele Makers Village, pada 5 November 2017 pukul 9.30 waktu setempat.
Dia ditangkap bersama enam anaknya yang semuanya masih di bawah umur. Pacleb mengataÂkan, mereka berkoordinasi denÂgan Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan untuk hak asuh anak-anak.
Dari dalam rumah Minhati, polisi menemukan beberapa bahan baku bom, termasuk kabel dan pengatur waktu. Pacleb menÂgatakan, barang-barang tersebut bisa digunakan dalam kasus yang akan menjerat dirinya.
Selanjutnya polisi Filipina segera berkoordinasi dengan KBRI dengan kasus Minhati. Kepala Polisi Nasional FilÂipina Direktur Jenderal Ronald "Bato" Dela Rosa sebelumnya mengatakan, istri pemimpin teroris Maute yang didukung ISIS tersebut juga dianggap seÂbagai target bernilai tinggi.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI menunggu noÂtifikasi kekonsuleran untuk bisa mengonfirmasi kewarganegaÂraan Minhati Madrais.
"Kita masih menunggu notiÂfikasi konsuler dan akses kekonÂsuleran untuk bisa konfirmasi kewarganegaraan yang bersangÂkutan," ujar juru bicara Kemlu RI Arrmanatha Nasir, kemarin.
Arrmanatha bilang, kabar penÂangkapan Minhati pertama kali diperoleh Konsulat Jenderal RI di Davao dari otoritas Filipina, tapi masih secara informal.
Menurut pria yang akrab disapa Tata ini, Kemlu RI meÂmerlukan notifikasi kekonsulÂeran resmi agar bisa meminta akses bertemu dengan MinÂhati. Dari sana, Kemlu baru bisa mewawancarai Minhati dan mengonfirmasi identitasnya.
Minhati pun dilaporkan masih mengantongi paspor Indonesia, namun masa berlakunya sudah habis sejak September 2016. Ia diketahui masuk ke Filipina pada 2015.
Menanggapi penangkapan MinÂhati, tim dari Densus 88 akan segera bertolak ke Marawi, Filipina, guna mendalami sejauh apa peran Minhati Madrais dalam operasi kelompok Radikal di Filipina.
"Rencana dari Densus 88 keÂmungkinan sedang mendalami data-data dari sini nanti akan melakukan pendalaman juga ke Filipina. Lebih cepat lebih bagus," kata Kadiv Humas Polda Metro Jaya Irjen Pol Setyo WaÂsisto, kemarin.
Pada penyelidikan di Filipina, tim Densus 88 akan menyelidiki sejauh apa keterlibatan Minhati dalam kegiatan dan operasional kelompok Maute. Sejauh ini, berdasarkan dokumen resmi yang ada pada dirinya, wanita asal Bekasi ini diketahui memasuki wilayah Filipina pada 2015. NaÂmun, dicurigai, sebelum 2015 dia juga mengunjungi Filipina dan bergabung dengan kelompok ini.
"Di Marawi terakhir masuk 2015 itu resmi dari perlintasan dokumentasi di paspornya dia masuk ke wilayah Filipina 2015. Tapi, kalau dilihat, anaknya suÂdah 6 pasti dia lebih lama dari itu. Ini logika saja, kalau masuk 2015 terus sudah punya anak 6 itu kan nggak mungkin. Pasti sudah lama," jelas Setyo.
Omarkhayam, salah satu pemimpin kelompok Maute yang menyatakan setia kepada ISIS (kelompok negara Islam), tewas dibunuh dalam operasi militer di Marawi pada 16 OkÂtober. Petinggi ISIS di Filipina lainnya, Isnilon Hapilon, tewas pada hari yang sama. ***