Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah dalami kerjasama antara bos PT Gajah Tunggal Tbk, Sjamsul Nursalim dengan pemilik PT Bukit Alam Surya, Artalyta Suryani alias Ayin dan suaminya, Surya Dharma (almarhum).
Mereka diduga telah melakukan kongkalikong dalam korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Dagang Nasional (BDNI) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Sjamsul Nursalim merupakan pemilik aset perusahaan Udang di lampung, PT Dipasena Citra Darmaja. Sementara suami Ayin, Surya Dharma merupakan pihak yang ikut membangun perusahaan udang yang berlokasi di Tulang Bawang, Lampung tersebut.
"Dalam penyidikan kasus BLBI, salah satu yang kita dalami adalah terkait dengan hubungan hukum PT Dipasena dengan Obligor BLBI (Sjamsul Nursalim) yang sedang kita usut kasusnya dengan tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) ini," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (2/11).
Selain Dipasena, diketahui Sjamsul juga mempunyai unit usaha lain. Salah satunya, PT Gajah Tunggal Tbk. Pada perusahaan produsen ban itu, suami Ayin sempat masuk jajaran petinggi.
Diketahui obligor BDNI memiliki kewajiban kepada negara sebesar Rp 4,8 triliun. Hasil restrukturisasi sebesar Rp 1,1 triliun dinilai suistenable (berkelanjutan) dan ditagihkan kepada petani Tambak Dipasena. Sisa Rp 3,7 triliun kewajiban obligor tidak pernah ada pembahasan kembali hungga Syafruddin mengeluarkan SKL untuk Sjamsul Nursalim, pemegang saham BDNI.
Namun berdasarkan hasil investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI ditemukan bahwa dari aset Rp 1,1 triliun hanya Rp 280 miliar yang kembali pada keuangan negara. Total itu berdasarkan lelang oleh perusahaan pengelola aset (PPA). Sehingga total kerugian negara akibat korupsi BLBI itu mencapai Rp 4,58 triliun.
Meski diketahui Sjamsul Nursalim masih memiliki utang sebesar Rp 4,58 triliun kepada negara, dalam kasus ini KPK baru menetapkan status tersangka kepada Kepala BPPN Syafruddin Aryad Temenggung. Febri pun masih enggan menjelaskan akan ada tersangka baru dalam waktu dekat ini.
"Kita belum bicara itu, kita masih fokus di satu tersangka yang kita proses. Kami fokus dulu mendalami faktor-faktor yang menjadi dugaan kerugian negara lebih dari Rp 4,5 triliun itu," demikian Febri.
[san]