. Perlakuan istimewa yang diberikan pemerintah kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan kembali dipertanyakan.
"Perawatan atau pengobatan atas diri Novel Baswedan di Singapura sudah terasa berlebihan dan sangat luar biasa. Ada kesan dia diistimewakan," ujar Anggota Komisi III DPR Irjen Pol. (Purn) Eddy Kusuma Wijaya, Senin (9/10).
Sebab menurutnya, Novel sudah tinggal berbulan-bulan di RS Singapura. Di negara itu pun dia bisa secara leluasa jalan-jalan dan melakukan kegiatan lainnya.
Novel dibawa berobat ke rumah sakit di Singapura setelah dia disiram air keras oleh orang tak dikenal usai salat subuh di Masjid Kelapa Gading, Jakarta Utara, 11 April 2017.
Terkait hal itu, Eddy mempertanyakan soal biaya Novel selama perawatan di Singapura. "Dari mana duitnya?"katanya dalam nada bertanya.
Selain itu juga dipertanyakan prosedur dan biaya seseorang pegawai negeri berobat di luar negeri. Padahal, pengobatan Novel bertahap dan berperiode atau bisa berobat jalan.
Politisi PDIP yang juga anggota Pansus Angket KPK ini juga mempertanyakan sikap Komisi III DPR sebagai mitra kerja KPK belum pernah mempertanyakan masalah ini.
Pihaknya pun merasa heran sikap DPR maupun pemerintah terkesan lembut dan santun menghadapi KPK, sehingga lembaga antirasuah ini menjadi anak manja khususnya Novel.
Begitu juga Polri kata Eddy, terkesan enggan mengusut kasus pembunuhan yang ditangani Novel ketika bertugas di Lampung dengan tegas sesuai koridor hukum yang berlaku. Padahal sudah ada laporan masyarakat yang melaporkan Novel, tetapi Polri tidak seperti menghadapi dan mengungkap kasus lainnya.
"Ada tanda-tanda apa ini? Apa lagi pihak kejaksaan sudah seperti orang kena struk dan lumpuh kalau sudah menghadapi KPK dan kasus Novel Baswedan," ujar pensiunan jenderal polisi ini.
Kasus pembunuhan di Bengkulu sudah P21, sudah ditetapkan hari sidang, tapi kemudian di SP3 oleh kejaksaan tetapi dipraperadilkan oleh pihak korban dan pihak korban menang. Artinya kata Eddy, kasus Novel segera disidangkan, tapi kembali jadi masalah karena sidangnya juga tak pernah muncul.
"Hal ini menimbulkan tanda tanya ada apa di kejaksaan. Hukum macam apa di Indonesia ini, mana fungsi pengawasan DPR yang katanya pengawasan tertinggi di dalam sistem ketatanegaraan kita," katanya.
[rus]