Berita

Foto/Net

Bisnis

E-Commerce Diburu Pajak

Aturannya Bakal Terbit Pekan Depan
KAMIS, 05 OKTOBER 2017 | 09:34 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ngebut menyelesaikan aturan pajak bisnis online alias e-commerce. Pengusaha minta ada sosialiasi.

 Dirjen Pajak Ken Dwijugias­teadi mengatakan, telah meny­iapkan aturan pengenaan pajak bagi pelaku e-commerce di Indonesia. Aturan yang akan ter­tuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ditargetkan terbit pekan depan.

"Minggu depanlah kalau bisa," ujar Ken di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.


Ken mengungkapkan, banyak yang diatur dalam PMK tersebut. Namun, yang utama adalah men­genai tata cara siapa yang menjadi pemungut pajak dan siapa yang menjadi pembayar pajak. "Dipun­gutnya berapa, rate-nya berapa. Itu ada semua," ungkap dia.

Lalu berapakah tarif pajaknya? Sebelumnya, Ken pernah mem­bisiki jika tarif pajak e-com­merce akan berada di bawah tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau di bawah 10 persen.

Menurut Ken, mekanisme pajak untuk e-commerce ini nantinya akan dilakukan ke toko online. Nanti toko-toko tersebut akan memajaki barang-barang yang ada sehingga ketika tran­saksi secara otomatis maka akan ada pajak yang dibayarkan.

Menteri Keuangan Sri Muly­ani sendiri masih enggan berko­mentar lebih lanjut terkait den­gan penerbitan aturan pengenaan pajak bagi pelaku e-commerce itu. Dia akan berkomentar ketika aturannya sudah terbit.

Ketua Indonesian E-Com­merce Association (IdEA) Aulia Marinto mendukung, rencana pemerintah memberlakukan pajak e-commerce. Namun sebelum itu, mesti ada dialog lebih dulu dengan pelaku usaha supaya tidak terkesan sepihak.

"Bahwa pajak itu harus di­kutip, kita dukung. Tapi kalau diberlakukan sepihak itu yang menjadi harus dibahas ulang. Jadi saya harapkan kita dengan pemerintah ada dialog dulu nih," kata Aulia di Museum Nasional, Jakarta, kemarin.

Bos Blanja.Com ini mengaku, belum ada pembahasan menge­nai besaran tarif pajak e-com­merce. Kendati begitu, pihaknya tak terlalu mempermasalahkan soal tarif pajak yang akan dike­nakan pemerintah. Pengenaan tarifnya dinilai akan adil seperti yang sudah dilakukan pada wa­jib pajak lainnya.

"Tarif pajak memang belum dibicarakan. Kita tahunya dari media bilangnya enggak sampai 10 persen," tutupnya.

Media Sosial

Aulia juga meminta, pemer­intah tidak hanya mengejar pajak dari pelaku e-commerce saja, tapi juga dari jual-beli di media sosial alias medsos. Pasalnya, jika pemerintah hanya mengejar pajak ke pelaku usaha e-commerce saja, dikhawatirkan market place tersebut justru mati lantaran mereka jualannya pindah ke medsos.

"Pajak harus diberlakukan untuk e-commerce platform, market place dan media lain. Media lain itu media sosial. Ka­lau sudah pindah, tidak ada yang menjual di e-commerce. Lantas investasi kita yang sudah besar, bagaimana?" katanya.

Menurut dia, jumlah penjual di medsos akan terus bertam­bah seiring dengan kemajuan internet dan munculnya medsos-medsos baru. "Jangan hari ini cuma berpikir Instagram dan Facebook. Kira-kira kalau mun­cul lagi tiga tahun lagi yang baru bagaimana," keluhnya.

Kendati begitu, dia mengakui, akan sulit melacak kewajiban pa­jak dari pebisnis yang melakukan usahanya di medsos. "Pemiliknya saja enggak dikenal pemerintah, kalau pemilik market place pe­merintah kan kenal," katanya.

Sebelumnya, Ditjen Pajak sendiri telah memasukkan po­tensi penerimaan pajak da­rie-commerce ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan, potensi tersebut telah dimasukkan dalam APBNP 2017 lantaran sejumlah pelaku e-commerce telah meny­etor tagihan pajaknya.

"Sebagian sudah ada yang bayar. Tahun ini sudah kami proses (masukkan ke APBNP)," ujar Yon.

Sayang, Yon enggan merinci besaran pajak dari e-commerce yang telah didapat institusinya dan yang ditargetkan sampai akhir tahun ini. Ditjen Pajak sendiri mengakui masih sulit memisahkan pajak e-commerce itu. Alasannya, sebagian besar e-commerce yang telah menyetor pajak merupakan perusahaan perdagangan yang menjalankan bisnis secara fisik (offline) dan non fisik (online) secara bersamaan. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya