Gugatan praperadilan Setya Novanto terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabulkan Hakim PN Jakarta Selatan.
Tapi, Partai Golkar yang dipimpin Novanto tidak menyambutnya dengan sukacita. Masih ada pekerjaan berat yang harus diselesaikan.
Politikus senior Partai Golkar, Zainal Bintang, mengatakan bahwa rehabilitasi citra Golkar menjadi pekerjaan rumah yang sulit dan berat.
Memang, usaha menjaga soliditas internal Golkar masih bisa dilakukan elite DPP bekerjasama dengan pengurus daerah, khususnya provinsi. Tetapi, Golkar juga harus mempertimbangkan keberadaan lebih dari 14 juta suara pemilih yang pernah diraih pada Pemilu 2014.
Menurutnya, tidak mudah mempertahankan kesetiaan pemilih dalam jumlah besar itu. Sementara, konflik internal elite Golkar terus menerus meletup dan lawan poltik dari luar tidak mau berhenti menggergaji elektablitas "beringin".
Bintang menilai, manuver elite Golkar yang terekam media massa malah kian membuat bingung masyarakat. Gonta-ganti pernyataan tidak bisa menolong keadaan. Hal itu karena, pertama dan utama, kasus korupsi yang menimpa Setya Novanto bernilai sangat besar. Meski kasus itu adalah perkara pribadi Setya Novanto dan bukan urusan Golkar sebagai lembaga, rakyat sudah terlanjur marah. Kepercayaan masyarakat yang merupakan kekuatan alamiah parpol sudah hampir tidak ada.
"Yang terjadi saat ini adalah masalah distrust (ketidakpercayaan) masyarakat. Yang ngomongin soal distrust ini kan Pak Jusuf Kalla (JK), mantan Ketua Umum Golkar dan sekarang menjabat sebagai Wakil Presiden," kata pria yang juga wartawan senior itu.
Bintang yakin masyarakat sekarang mempertanyakan peran JK. JK tidak boleh diam dan harus menunjukkan tanggung jawab morilnya kepada keluarga besar parpol yang pernah dipimpinnya. Terlepas dari pro dan kontra, tanggung jawab sebagai konsekuensi moral obligasi sebagai pemimpin harus ditunjukkan JK.
Sebagai Wakil Presiden RI, JK memiliki kekuasaan yang besar dan jaringan yang luas. Karenanya ia dituntut mengambil langkah terobosan menyelamatkan Golkar. Golkar yang berantakan atau Golkar yang stabil tidak bisa lepas dari nama JK sampai kapanpun.
"Saya mengemukakan pandangan ini tidak berarti saya pendukung JK atau saya anti Novanto. Saya rasional dan objektif saja," tutup Bintang.
[ald]