. Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) menolak rencana pemberian gelar Doktor Kehormatan atau Doctor Honoris Causa (Dr.H.C.) kepada Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Penolakan tersebut adalah hasil rapat Departemen Politik terkait pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Cak Imin sapaan akrab mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu, pada 15 September 2017. Informasi ini diterima redaksi, Jumat (29/9).
Acara promosi pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Cak Imin akan berlangsung di Kampus UNAIR, Surabaya, Jawa Timur, pada 3 Oktober 2017. Cak Imin rencananya menyampaikan pidato berjudul "mengelola kebhinnekaan untuk kemajuan dan kesejhteraan bangsa".
Salah satu tim pertimbangan dari Departemen Politik, Kris Nugroho mengatakan, mereka meminta ada keterbukaan dan sitematis dalam pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Cak Imin.
"Apa dasar kelayakan dan prestasinya? Kemudian apa kontribusinya kepada bangsa dan negara? Apa karya besarnya?" ujar dia saat dihubungi redaksi sore ini.
Jelas Kris Nugroho, dari kajian mereka, karya besar dan kontribusi Cak Imin kepada bangsa dan negara belum terlihat.
Berikut sembilan poin hasil rapat Departemen Politik terkait pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Muhaimin Iskandar:
1. Berdasarkan PP Menteri Pendidikan dan kebudayaan RI No. 21 Th. 2013 Pasal 1 ayat 2 bahwa gelar Doktor Kehormatan adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh suatu PT kepada seseorang yang memiliki yang dianggap berjasa atau berjasa, berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sosial budaya dan atau berjasa ddalam bidang kemanusiaan dan atau kemasyarakatan.
2. Sebagaimana juga tertuang dalam Peraturan Rektor UNAIR No. 22 tahun 2015 Pasal 4 ayat e dan f bahwa e). telah nyata-nyata memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan UNAIR dan f) secara taat asas selalu berusaha dan berupaya mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan visi dan misi UNAIR.
3. Berpijak pada PP Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 21 tahun 2013 dan Peraturan Rektor UNAIR No. 22 tahun 2015, sejauh ini kami belum menemukan bukti-bukti kuat bahwa yang bersangkutan memenuhi kualifikasi yang luar biasa atas syarat-syarat tersebut.
4. Selanjutnya, masih berdasarkan SK. Rektor No. 22 Th. 2015 Pasal 5 dan Pasal 6 tentang tata cara pemberian gelar doktor kehormatan adalah: (a). Ayat 1, Fakultas di lingkungan UNAIR dapat mengusulkan seseorang untuk dapat diberikan gelar Dr.H.C.; (b). Ayat 2, Dalam hal tertentu, Rektor dapat mengusulkan kepada Dekan Fakultas untuk untuk mengkaji pengusulan gelar Dr.H.C. terhadap seseorang yang telah memenuhi syarat; (c). Ayat 3, Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Rektor dengan disertai naskah akademik yang memuat mengenai alasan-alasan pengusulan dan penjelasan bidang keilmuan; (d). Pasal 6 ayat (1), Rektor membentuk Tim Ad Hoc untuk menelaah kelayakan gelar Dr.H.C.; (e). Pasal 6 ayat (2), Rektor menyampaikan usulan hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 kepada SA: dan (f). Pasal 6 ayat (3), SA melakukan penilaian karya atau jasa serta kepatuhan dan kelayakan calon penerima gelar Dr.H.C..
5. Terkait dengan tata cara tersebut, maka pengusulan dan pemberian gelar Doktor Kehormatan/Doctor Honoris Causa (Dr.H.C.) harus sesuai dengan tata cara dan prosedur formal sesuai dengan Peraturan Rektor UNAIR No 22 tahun 2015 tentang Tata Cara Pemberian Gelar Dr.H.C..
6. Selanjutnya Fakultas harus melakukan kajian komprehensif dengan proses deliberatif untuk dituangkan dalam Naskah Akademik.
7. Kami berharap agar SA Universitas memberikan penilaian karya atau jasa serta kepatutan dan kelayakan calon penerima gelar Dr.H.C. berdasarkan Naskah Akademik dari Fakultas.
8. Jika keseluruhan hasil penilaan atas syarat-syarat gelar Dr.H.C. tidak memenuhi maka kami mengusulkan kepada SA Universitas untuk menunda pemberian Gelar HC demi menjadi marwah dan nama baik Universitas Airlangga.
Dan berikut pemberi pertimbangan dari Departemen Politik: Kris Nugroho; Ucu Mardianto; Priyatmoko; Dwi Windyastuti; Siti Aminah; Sutrisno; Airlangga Pribadi; Haryadi; dan Budi Prasetyo.
[rus]