Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) berharap pemerintah segera memberlakukan pajak atas beroperasinya taksi online. Selain untuk menciptakan persaingan yang sehat dengan angkutan konvesional, pajak juga meningkatkan peneriÂmaan negara.
Sekjen Dewan Pengurus Pusat (DPP) Organda Ateng Aryono mengatakan, dengan kondisi saat ini persaingan antara taksi online dan taksi meter jadi tidak berimbang. Akibatnya, sebagian taksi meter banyak yang setop operasi.
Menurut dia, dengan banyaknya pengelola taksi meÂter yang setop operasi, selain membuat banyak sopir yang menganggur, potensi peneriÂmaan pajak negara juga akan berkurang. Padahal, saat ini pemerintah sedang menggenÂjot penerimaan negara.
"Potensi pajak menjadi hilang, apakah itu pajak PPN (Pajak Pertambahan Nilai), PPh (Pajak Penghasilan) mauÂpun pajak untuk daerah. SeÂmentara taksi online sendiri tidak dikenakan pajak. Jadi sebenarnya negara mengalami dua kali kehilangan potensi pajak," ujar Ateng.
Ateng mengaku heran, hingga kini taksi online belum dikenakan pajak. "Seharusnya otoritas yang mengenakan paÂjak melakukan tindakan untuk taksi online ini," tukasnya.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo mengatakan, pemerintah memang harus meÂnarik pajak dari taksi online. Saat ini, mereka tidak dikeÂnakan pajak seperti angkutan umum lainnya.
"Jangan sampai pemerinÂtah tidak dapat apa-apa dari keberadaan taksi online," katanya kepada
Rakyat MerdeÂka, belum lama ini.
Pengamat ekonomi UniverÂsitas Atma Jaya Ahmad IskanÂdar mengatakan, seharusnya pengenaan pajak atas taksi online ini bisa dilakukan. Tapi, sampai saat ini belum juga dilakukan oleh pemerintah. "Padahal, saat ini pemerintah sedang getol menguber setoran pajak," katanya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, di dalam peraturan Menteri Perhubungan soal pajak taksi online ini juga sudah diberi ruang. Namun rinciannya merupakan wewenang KeÂmenterian Keuangan.
Ditjen Pajak sendiri sebelumnya menyatakan pihaknya sedang memformuÂlasikan pengenaan pajak atas taksi online karena taksi onÂline merupakan masalah yang baru. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama taksi online bisa dikenakan pajak PPh ataupun PPn.
Tunggu Revisi
Sementara itu, terkait denÂgan revisi Peraturan Menteri Perhubungan No 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan KenÂdaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek hingga saat ini masih berproses. Organda masih menunggu uji publik yang akan dilakukan oleh KeÂmenterian Perhubungan.
"Biasanya kami dipanggil pada saat dilakukan uji publik untuk memberi masukan-masukan. Namun sampai saat ini kami masih menunggu, sebab kami belum mengeÂtahui hal-hal apa saja yang mengalami perubahan dalam revisi peraturan tersebut," kata Ateng.
Sebagaimana diketahui Mahkamah Agung (MA) teÂlah membatalkan beberapa pasal dalam Permenhub no. 26/2017 karena gugatan yang diajukan oleh 6 pengemudi taksi online dengan alasan perÂaturan tersebut bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan juga tidak demokraÂtis karena tidak melibatkan banyak pihak. Pembatalan ini menimbulkan kontroversi banyak kalangan. ***