Penurunan kembali suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Day Reverse Repo Rate (repo rate) 25 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen, menumbuhkan harapan kuat suku bunga single digit di perbankan.
Diakui banyak pihak, sekaÂrang ini memang eranya suku bunga rendah, di mana perÂmintaan masyarakat akan kredit cenderung lemah. Untuk itu penurunan suku bunga acuan oleh BI seharusnya segera direspons industri perbankan, agar penyerapan kredit kian gesit.
Analis Senior Binaartha SekuÂritas Reza Priyambada menilai, langkah BI yang kembali meÂmangkas suku bunga acuan merupakan langkah yang berani, di mana pada Desember nanti justru Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) bakal menaikan suku bunganya (Fed Fund Rate/FFR).
"Namun perlu dipastikan, apakah langkah BIini murni sebagai upaya mengakomodir kondisi makro ekonomi ke depannya, atau memang sebaÂgai upaya antisipasi The Fed di Desember nanti," ucapnya kepada
Rakyat Merdeka.
Menurut Reza, turunnya repo rate memang sebaiknya harus direspons cepat oleh perbankan guna memberikan stimulus moneter. "Sehingga, laju perÂekonomian bisa terjaga denÂgan meningkatnya konsumsi masyarakat," tutur Reza.
Ia melihat BI memang perlu mengakomodir kondisi makro ekonomi saat ini, di mana stimuÂlus moneter akan menjaga perÂtumbuhan, terutama dari tingkat konsumsi masyarakat. SekaliÂgus, diharapkan dapat menjadi katalis positif bagi pasar ekuitas, meskipun di sisi lain pergerakan pasar valas terutama rupiah belum tentu akan ikut menguat.
"Yang paling terasa ada di pertumbuhan ekonomi, seperti peningkatan penyaluran kredit dan
consumer spending," imÂbuhnya.
Asisten Gubernur Kepala DeÂpartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo menjelaskan, meski Bank Sentral telah menurunkan suku bunga acuannya sebanyak 175 bps sejak awal 2016 hingga September 2017, namun hingga kini perbankan baru menurunkan suku bunga kreditnya sebanyak 115 bps.
"Suku bunga kredit telah turun 115 bps, sedangkan suku bunga acuan sudah turun 175 bps. Maka ini masih ada room bagi pelonggaran suku bunga perbankan," ujar Dody saat mengumumkan keputusan RaÂpat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Jumat (22/9).
Untuk itu ia menyerukan perbankan segera merespons peÂlonggaran kebijakan BI dengan cara menurunkan suku bunga kreditnya.
"Kami lihat intermediasi ini akan jalan melalui kebijakan suku bunga kredit. Intermediasi perbankan belum menunjukkan perbaikan. Pertumbuhan kredit Juli 2017 masih rendah yaitu tercatat 8,2 persen (
year on year/ yoy), meskipun membaik dari bulan sebelumnya 7,8 persen (yoy)," ucapnya.
Di tempat yang sama, epala Departemen Kebijakan MakroÂprudensial BI Filianingsih HenÂdarta menambahkan, masih lamÂbatnya penurunan suku bunga kredit oleh perbankan lantaran bank lebih memilih untuk meÂnyehatkan kredit bermasalahnya
(Non Performing Loan/NPL) ketimbang menurunkan bunga kredit.
"Semoga bank-bank bisa segera tuntaskan konsolidasinya lebih efektif dan efisien dalam pembiayaan, sehingga suku bunga kredit bisa turun," tegas wanita yang akrab disapa Fili ini.
Nantinya, kata Fili, dengan penurunan suku bunga acuan yang sudah sebanyak 175 bps ini maka
cost of fund (COF) perbankan juga akan turun. DenÂgan demikian, penurunan COF ini akan diikuti oleh penurunan suku bunga operasi moneter dan juga deposito, yang nantinya akan mendorong suku bunga kredit perbankan untuk ikut turun.
"Kami harap ini menjadi salah satu faktor utk mendorong inÂtermediasi perbankan. Tapi ini tergantung intermediasi dari masing-masing bank, karena ada komponen biayanya berapa, tenaga kerja berapa, CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) berapa?" tutupnya.
Dari sisi perbankan, CorpoÂrate Secretary PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto mengaku siap menuÂrunkan suku bunganya. Namun pihaknya tak bisa memastikan apakah akan menuju single digit atau tidak.
Saat ini suku bunga dasar kredit BNI untuk korporasi sebeÂsar 10,25 persen, dan kredit ritel 9,95 persen. Sedangkan untuk suku bunga kredit konsumsi, KPR sebesar 10,5 persen, dan non KPR sebesar 12,5 persen.
"Tentunya kami tengah memÂpertimbangkan peluang untuk menurunkan suku bunga kredit," tuturnya.
Menurut Ryan, turunnya bunga kredit tidak harus mengacu pada turunnya bunga acuan BI, tetapi lebih pada kebijakan internal BNI dengan mempertimbangkan beberapa hal. Mulai dari kondisi likuiditas, porsi CASA (
current account saving account) atau dana murah, serta bunga simÂpanan yang ditetapkan.
"Penurunan bunga kredit BNI juga mempertimbangkan bunga kredit di pasar atau industri perbankan pada umumnya. Dengan strategi itu, BNI mampu menjaga level NIM (
net interest margin/margin bunga bersih) berkisar 5,5-6 persen," ucap Ryan. ***