Kantor YLBHI-LBH Jakarta/Net
MINGGU malam 17 September 2017 sekitar pukul 21.00 WIB hingga Senin 18 September dinihari, mendadak sontak ratusan massa berduyun-duyun datang mengepung gedung Lembaga Bantuan Hukum Jakarta meneriakkan ancaman, melakukan stigmasisasi dan tuduhan-tuduhan serta mencoba merangsek masuk, melempari dengan batu dan melakukan provokasi-provokasi, serta mencoba membuat kerusuhan.
Acara Kebudayaan
Sementara itu puluhan orang yang telah mengikuti acara #AsikAsikAksi sebagai acara penampilan seni, puisi menyanyi dan lain-lain dalam rangka keprihatinan atas pembubaran acara seminar sejarah yang dibubarkan oleh aparat pada November 2016, terkurung di dalam gedung LBH Jakarta.
Padahal LBH Jakarta telah berulang kali menjelaskan bahwa tidak ada acara terkait PKI, aparat kepolisian mulai dari Kapolsek Menteng, Kapolres Jakarta Pusat, Kabaintelkam Mabes POLRI juga Kapolda Metro Jaya telah melakukan klarifikasi langsung, melihat semua bahan, mengawasi terus menerus dan mengakui serta menjelaskan kepada massa bahwa tidak ada acara yang berkaitan dengan PKI atau Komunisme. Tetapi massa tidak mau mendengar bahkan garang melawan aparat.
PrihatinSaya prihatin atas tragedi 17-18 September. Kebetulan secara pribadi saya memiliki kesan positif terhadap LBH sejak masa saya masih berupaya mempelajari apa yang disebut sebagai hukum pada mahaguru hukum saya, Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution yang mendirikan LBH.
Hubungan dengan LBH juga makin akrab terkait kebersamaan paham dan semangat membela kaum tertindas sesuai warisan pesan mahaguru kebangsaan saya Gus Dur dan ajaran kemanusiaan mahaguru kemanusiaan saya, Sandyawan Sumardi.
Saya seiring sejalan dengan LBH dalam keberpihakan terhadap rakyat tertindas dan tergusur atas nama pembangunan di Kampung Pulo, Kalijodo, Bukit Duri, Pasar Ikan Akuarium, Kendeng dan berbagai pelosok Nusantara masa kini.
Rumah Kaum TertindasBagi saya LBH merupakan rumah bagi rakyat miskin, buta hukum, tertindas, tergusur serta semua kelompok wong cilik untuk mengadu dan meminta bantuan hukum.
Sesuai semangat LBH, prinsip negara hukum dan kode etik profesi dan bantuan hukum, segenap rakyat tertindas didampingi tanpa pandang bulu, tidak memandang suku, agama, ras, keyakinan politik, golongan dan lain-lain.
LBH mendampingi juga korban-korban yang distigma 65, mereka yang sama sekali tidak berafiliasi dengan PKI namun kemudian menjadi korban kemudian.
LBH juga menjadi ruang untuk semua bertemu, menyampaikan pendapat, berdiskusi, dan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia, Demokrasi, dan Rule Of Law.
Seluruh korban HAM dapat datang dan meminta bantuan hukum dari LBH. Fakta membuktikan bahwa LBH terus gigih memperjuangkan hak perempuan untuk berjilbab, mendampingi korban-korban peristiwa Tanjung Priok, Talang Sari dan banyak mendampingi pesantren-pesantren atau lembaga-lembaga agama, lembaga-lembaga Islam lainnya ketika menghadapi masalah hukum.
Menyentuh SanubariYang paling menyentuh lubuk terdalam sanubari saya adalah pernyataan LBH pasca tragedi yang terjadi pada tanggal 17 sampai dengan 18 September 2017.Alih-alih memusuhi para penyerbu, LBH menyatakan bahwa apabila pada suatu hari ada di antara mereka yang menyerbu kantor LBH kebetulan menghadapi angkara murka penindasan atau penggusuran maka mereka dipersilakan melapor ke LBH yang senantiasa bahkan niscaya wajib membantu sesuai prinsip negara hukum serta kode etik profesi dan bantuan hukum yang kesemuanya dilakukan tanpa pandang bulu, suku, agama, ras, keyakinan politik, golongan, status sosial, ekonomi atau apa pun.
[***]
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan