Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, mengaku sejak awal tidak tahu anak buahnya patungan biaya suap untuk auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dia baru mengetahui soal itu dari pemberitaan di media massa yang menyebut pejabat eselon satu di Kementerian Desa gotong royong kumpulkan uang untuk diberikan kepada Auditor BPK. Hasil urunan tersebut untuk menutupi temuan BPK dalam laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016. Hasil patungan sembilan unit kerja eselon I Kemendes PDTT mencapai Rp 240 juta.
Eko mengaku, selama ini dirinya diberi penjelasan bahwa rekomendasi BPK terkait hasil temuan dalam laporan keuangan tahun 2016 telah dijalankan. Pasalnya, hasil kerja anak buahnya membuat Kemendes PDTT mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).
"Setahu saya, hasilnya ya WTP. Tapi sebelum ada pemberitaan di media, saya tidak tahu (ada pengumpulan uang). Kalaupun ada, enggak akan berani mereka ngomong seperti itu," ujarnya saat menjadi saksi untuk terdakwa Sugito dan Jarot Budi Prabowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (20/9).
Lebih lanjut Eko menjelaskan, dirinya sangat mengedepankan integritas, perfoma dan team work. Eko juga mengaku tidak pernah memerintahkan anak buahnya memberikan suap kepada BPK agar bisa mendapat predikat WTP.
Sejauh yang diingatnya, Eko sempat memerintahkan anak buahnya untuk menemani auditor BPK dalam melaksanakan tugas. Itupun untuk memberikan data agar auditor BPK bisa bekerja dengan baik.
"Saya minta, kalau lagi diaudit itu mesti disiapkan data dan bahannya, kalau auditor minta kelengkapannya itu sudah ada. Itu saja yang saya minta," ujarnya.
Dalam surat dakwaan Inspektur Jenderal Kemendes PDTT, Sugito, dan Kabag Tata Usaha dan Keuangan Kemendes PDTT, Jarot Budi Prabowo, tersebut uang suap untuk auditor utama BPK, Rochmadi Saptogiri, didapat dari kolektif sembilan unit kerja eselon I Kemendes PDTT. Uang suap Rp 240 juta itu diberikan setelah Kemendes PDTT mendapatkan opini WTP.
Tak hanya untuk menyuap Rochmadi, uang saweran tersebut juga sebagai modal untuk membiayai hiburan dan oleh-oleh untuk auditor BPK yang sedang bertugas di Banten pada 2017.
Hal ini terungkap saat Kepala Bidang Analisa dan Pemantau Hasil Pengawasan Kemendes PDTT, Dian Rediana, dihadirkan sebagai saksi pada persidangan 6 September 2017.
Dian mengaku, ada pengeluaran pendampingan BPK tanggal 22 sampai 25 Februari di Banten untuk biaya akomodasi, penginapan, biaya belanja oleh-oleh serta ongkos karaoke auditor BPK. Jumlahnya mencapai Rp 20 juta dengan pembagian Rp10 juta untuk tim yang menemani auditor BPK ke Lebak Selatan, sisanya untuk tim yang pergi ke Anyer.
[ald]