Pertumbuhan dunia digital memang tidak bisa ditampik lagi. Dibutuhkan strategi khusus untuk menghadapi berkembangnya teknologi dan perubahan karakteristik masyarakat. Termasuk, bagi Pertamina, yang hampir berusia 60 tahun, perusahaan ini mau tidak mau harus berhadapan dengan perubahan teknologi dan beragam disruption alias 'gangguan'.
Hal tersebut dikatakan Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik saat menjadi salah satu pembicara dalam The 9th Indonesia HR Summit (IHRS) 2017 di Yogyakarta, pekan lalu.
Elia menuturkan bahwa HR Pertamina harus bisa bertransformasi di tengah perkembangan dunia teknologi dan digital saat ini.
"Dalam dunia digital ini,
Human Resources dan
Human Capital Pertamina harus bisa bertransformasi. Apa yang saya presentasikan hari ini adalah langkah-langkah menuju ke sana. Misalnya, tahun depan kita harus selesaikan sosialisasi digital teknologi kepada seluruh karyawan sehingga mereka itu siap dan memahami apa saja manfaat yang didapat ketika kita mengadopsi suatu teknologi. Salah satunya adalah penggunaan
big data. Saya berharap ke depannya
success rate kita bisa lebih tinggi," papar Elia.
Dalam acara yang bertema
HR Modernization: Leveraging Technology Advancement to EmÂbrace Future of Work ini, Elia juga menjelaskan bahwa teknologi ke depannya dapat mendorong efisiensi perusahaan migas yang memiliki sifat high capital dan high risk, termasuk dalam mempermudah pekerjaan divisi SDM.
"Untuk industri energi yang bersifat high risk dan high capital intention ini, kita sangat membutuhkan teknologi digital. Sehingga kita bisa menurunkan segala risiko dengan akurasi teknologi, dan bisa
saving cost. Tiap persentase yang kita saving akan berdampak luar biasa terhadap finansial kita," tutur Elia.
Sementara dalam menghadapi kondisi dunia yang VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, & Ambiguous) ini, Elia menegaskan, kepemimpinan menjadi kunci penting dalam mengubah
behaviour pekerja untuk dapat beradaptasi dengan teknologi yang serba digital.
"Perkembangan digital ini mengubah perilaku dan cara kerja kita, bahkan budaya kerja kita. Agar bisa beradaptasi dan mengubah budaya, harus dimulai dari pucuk manajemen," kata Elia.
Tak hanya itu, lanjut Elia, dengan 56 persen pekerja Pertamina masih berumur di bawah 36 tahun, ini menjadi tantangan bagi perusahaan. Pekerja senior perlu diberikan training untuk dapat memahami dan membina karakter milenial pekerja muda saat ini, yang menurutnya,
motivated by meaning, challenge oriented, terbuka, banyak bertanya dan ingin dekat dengan bosnya.
"Ini leadership sekarang.
You need to agile, you need collaboration. Pekerja muda butuh dirangkul. Mereka memiliki kecerdasan dan pengetahuan plus alias lebih lima tahun, namun kedewasaannya minus lima tahun," ujarnya.
Karena itulah, ia sering meminta kepada jajaran manajemen di bawahnya ketika rapat direksi untuk membawa pekerja muda supaya inovasinya terus berlanjut.
Ajang 9th IHRS 2017 yang berlangsung selama dua hari Senin-Selasa 11-12 September di Hotel Tentrem Yogyakarta kali ini diselenggarakan oleh kerja sama SKK Migas, Pertamina EP, dan BP Asia, dan diikuti oleh ratusan insan HR dari berbagai latar belakang perusahaan nasional maupun internasional.
Sebelumnya di hari yang sama, Massa Manik juga berbicara di hadapan mahasiswa Universitas Gadjah Mada dalam acara CfDS CEO Talk tentang pengaruh perkembangan teknologi digital yang sering disebut Revolusi Industri 4.0 terhadap industri energi di Indonesia.
[wid/***]