Berita

Foto/Net

Bisnis

Setuju E-Money, Konsumen Tolak Pungutan Isi Ulang

Agus Marto Dilaporkan Ke Ombudsman
SELASA, 19 SEPTEMBER 2017 | 10:05 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Wacana pengenaan biaya isi ulang kartu uang elektronik (e-money) oleh Bank Indonesia terus menuai polemik. Masyarakat setuju penggunaan e-money, namun menolak jika harus dibebankan biaya sekitar Rp 1.500-2.000 per top-up atau isi ulang kartu.

 Menurut Ekonom Institute for Economic Development and Finance (INDEF) Bhima Yudhis­tira Adhinegara, pengenaan biaya top up dinilai kontradiktif dengan kebijakan BI untuk melaksana­kan kampanye Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).

"Pengenaan fee top up e-money merupakan hal yang kurang tepat untuk saat ini. Apalagi kebijakan tersebut bertepatan dengan elek­tronifikasi pembiayaan jalan tol. Ini kontradiktif,"  tandasnya saat dihubungi Rakyat Merdeka.


Bhima menjelaskan, kontradik­tif yang dimaksud adalah, di saat BI gencar mendorong lebih banyak penggunaan e-money, namun Bank Sentral pula yang mengendurkan minat masyarakat karena adanya pungutan tiap hen­dak mengisi ulang e-money.

"Ini jelas disinsentif bagi nasabah e-money, khususnya masyarakat pengguna jasa trans­portasi umum dan tol," ujarnya.

Menurut Bhima, bisnis e-money sendiri sudah sangat menguntung­kan bagi perbankan. Dia menye­but, saat pelanggan membeli kartu e-money di situ ada biaya yang dibebankan ke pelanggan.

"Misalnya dari awal, kan masyarakat sudah bayar kartu e-money. Uang hasil penjualan kartu sebenarnya tercatat sebagai fee based income bank," terangnya.

Di 2016 misalnya, nilai tran­saksi e-money mencapai Rp 7 triliun. Lalu, jika diasumsikan fee based income sebesar lima persen, maka bank penerbit e-money sudah meraup untung Rp 350 miliar.

"Harusnya dengan keuntungan sebesar itu tidak perlu lagi memungut top up fee, meskipun hanya Rp 1.000. Itu memberatkan konsumen. Model e-money saat ini menguntungkan bank, bukan menguntungkan masyarakat. Konsep e-money perlu dirombak total," tegasnya.

Di tempat terpisah, pengacara pelindungan konsumen David Maruhum Tobing mengaku te­lah melaporkan Bank Indonesia ke Ombudsman Republik Indo­nesia terkait rencana pungutan top up tersebut.

David menduga, apa yang di­lakukan BI merupakan tindakan maladministrasi yang mencer­minkan keberpihakan pada pengusaha atau perbankan, serta pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

"Kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadlilan dan diskriminasi bagi konsumen," kata David dalam keterangan yang diterima Rakyat Merdeka.

Ia menyebutkan beberapa bentuk keuntungan yang bisa diraup para pengusaha, yaitu terciptanya efisiensi pada pengelola jalan tol dan dana pihak ketiga (DPK) yang diperoleh bank bakal meningkat.

"Kedua, lembaga perbankan yang menerbitkan uang elektronik mendapatkan dana murah dan bahkan gratis karena uang elek­tronik tidak berbunga," katanya.

Terakhir, kata David, BI se­cara terang-terangan mendu­kung rencana pengelola jalan tol yang mewajibkan pembayaran non-tunai menggunakan kartu uang elektronik atau e-toll.

Tak berhenti di situ, David juga menyebut, kebijakan BI patut diduga melanggar hak konsumen melakukan pembayaran dengan mata uang rupiah kertas atau logam, dan patut diduga sebagai tindak pidana, sebagaimana diatur Pasal 2 ayat (2), 23 ayat (1), 33 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2011.

Dalam ketentuan tersebut diatur secara tegas, bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran dan pelanggarannya diancam pidana paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.

"Kebijakan BI tersebut me­nyebabkan ketidakadilan bagi konsumen, berupa konsumen sudah dipaksa untuk tidak bayar tunai, uang elektronik mengendap di bank, dan uang elektronik tidak memperoleh bunga," tuturnya.

Selain itu, lanjut David, uang elektronik tidak dijamin Lem­baga Penjamin Simpanan (LPS). Jika kartu hilang, uang yang tersisa di kartu akan hilang dan konsumen seharusnya mendapat insentif dan bukan disinsentif dalam pelaksanaan program cashless society.

Dalam laporannya, David memohon kepada Ombudsman RI memberikan rekomendasi kepada BI untuk membatalkan rencana penerbitan kebijakan pengenaan biaya isi ulang kartu elektronik, dan melindungi hak konsumen melakukan pembayaran dengan menggunakan rupiah kertas atau logam dalam bertransaksi.

David menegaskan, jika kebi­jakan BI tetap diberlakukan, ia akan melanjutkan langkahnya dengan mengajukan uji ma­teril terhadap PBI No. 18/40/ PBI/2016 tentang Penyeleng­garaan Pemrosesan Transaksi Pembayaran yang berlaku sejak 9 November 2016 lalu.

Menanggapi hal ini, pihak BI belum ada yang bisa dimintai konfirmasinya. Namun sebelumnya terkait biaya dari pengisian ulang e-money, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indo­nesia Agusman Zainal mengatakan, pihaknya akan segera mengeluarkan peraturan isi ulang e-money.

Meski begitu, ia belum dapat memastikan kapan ketentuan tersebut akan keluar. "Tentang biaya top up e-money sebaiknya tunggu ketentuannya keluar. Kita tunggu detail ketentuan saja," kata Agusman.

Seperti diketahui, BI, Kemen­terian BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) dan Kementerian PUPR (Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat) telah menyusun strategi untuk mengembangkan elektronifikasi jalan tol melalui 4 tahapan.

Pertama, tahap elektronifikasi seluruh jalan tol pada Oktober 2017. Kedua, tahap integrasi sistem ruas jalan tol. Ketiga, tahap integrasi ruas jalan tol serta pem­bentukan Konsorsium Electronic Toll Collection (ETC). Keempat, penerapan multo lane free flow (MLFF) di seluruh gerbang tol. Strategi ini telah diturunkan da­lam bentuk action plan. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya