Dugaan kesalahan penerapan hukum acara oleh Hakim di tingkat Pengadilan Negeri (PN) dapat diperkarakan ke peradilan tingkat selanjutnya, dalam hal ini Pengadilan Tinggi (PT).
Mantan Ketua Komisi Nasional HAM Ifdhal Kasim menjelaskan bahwa nantinya, PT akan memeriksa dugaan kesalahan pelaksanaan hukum acara yang terjadi pada PN tersebut.
"Pengadilan tinggi akan memeriksa dimana pelanggaran hukum acaranya. Apakah Hakim membaca atau tidak perkara gugatan, apakah cermat atau tidak memeriksa bukti," jelasnya kepada wartawan, Senin (18/9).
Dengan begitu, lanjutnya, dugaan kejanggalan persidangan oleh Majelis Hakim di tingkat PN masih dapat dikoreksi di tingkat peradilan selanjutnya.
Dia mengatakan itu menanggapi banyak terungkapnya pelanggaran hukum oleh Hakim maupun dugaan kejanggalan persidangan, seperti kabar baru-baru ini di PN Bandung, Jawa Barat, mengenai perkara gugatan aset nasionalisasi yang kini dikelola menjadi SMAK Dago.
Ifdhal, mengingatkan bahwa perilaku Hakim dalam persidangan selalu diawasi. Sebab mereka terikat oleh standarisasi etika yang termaktub dalam Kode etik yang dirumuskan oleh asosiasi Hakim. Dimana semua hakim di negeri ini diwajibkan untuk mematuhi itu.
"Hakim harus tunduk kepada hukum acara perkara dalam persidangan," tegasnya.
Lebih lanjut Ifdhal menyarankan agar pihak bersengketa yang merasa dirugikan dalam dugaan kejanggalan persidangan oleh perilaku Hakim untuk diadukan ke Komisi Yudisial (KY).
"Dugaan adanya permainan dalam persidangan, tidak profesionalnya Hakim, menjadi wilayah yang diteliti oleh KY," urainya.
Nah, terkait masih banyaknya perilaku Hakim yang melenceng sehingga menimbulkan kejanggalan persidangan, Ifdhal berpendapat bahwa itu merupakan tanggungjawab Mahkamah Agung (MA).
"MA itu bertugas melakukan pembinaan, menjaga integritas dan kapasitas Hakim," tukas Ifdal.
Sebelumnya, Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (YBPSMKJB) sebagai pengelola SMAK Dago telah melaporkan kejanggalan persidangan perkara gugatan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) ke KY pada tanggal 15 Agustus lalu.
Dalam surat aduan tersebut, kuasa hukum YBPSMKJB, Benny Wullur mengatakan bahwa Majelis Hakim PN Bandung yang menangani persidangan gugatan PLK terhadap aset nasionalisasi SMAK Dago tidak pernah mengabulkan permintaan pihaknya untuk menunjukkan surat kuasa penggugat selama berlangsung persidangan.
"Kemudian, setelah dilakukan inzage (permohonan melihat) ke PN Bandung, ternyata yang menandatangani surat kuasa bukan orang yang berhak karena namanya tidak tercantum dalam Akta Notaris Nomor 3 tanggal 18 November 2005," demikian Benny.
[san]