Berita

Net

Bisnis

Biaya Isi Ulang E-Money Harus Ditolak

SENIN, 18 SEPTEMBER 2017 | 16:37 WIB | LAPORAN:

Komisi XI DPR RI meminta rencana pengenaan biaya top up atau isi ulang e-money ditinjau ulang.

"Fintech (financial technology) termasuk uang elektronik memang perlu didorong. Tetapi jangan dengan membebani masyarakat dan hanya menguntungkan penyedia jasa," jelas anggota Komisi XI Ecky Awal Mucharam di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (18/9).

Dia menjelaskan, kemajuan fintech seharusnya menghadirkan efisiensi keuangan dan kemudahan. E-money kini menjadi salah satu alat pembayaran utama yang digunakan untuk kebutuhan masyarakat khususnya transportasi. Untuk jalan tol, Transjakarta, dan KRL, masyarakat tidak punya pilihan lagi menggunakan uang tunai.


"Tidak menjadi masalah jika uang elektronik ini hanya bersifat pengganti uang cash yang nilainya setara. Tetapi jika untuk memperoleh uang elektronik itu masyarakat dibebani biaya, artinya uang elektronik itu bukan lagi menjadi alat tukar yang setara tetapi sudah terjadi monopoli jasa," beber Ecky.

Menurutnya, pihak bank sudah dapat keuntungan dari uang deposit yang mengendap tersebut. Padahal, dari deposit sendiri marjinnya sudah tinggi karena bagi bank itu merupakan uang murah.

"Sekarang mau ditambah lagi biaya top up. Alasan untuk pengembangan penyediaan mesin pembayaran pun bagi saya tidak bisa diterima sebab mereka sudah mendapat keuntungan dari sana," kata Ecky.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menambahkan, pengenaan biaya sebesar Rp 2.000 atau Rp 2.500 yang diusulkan sepertinya tidak besar secara nominal. Tetapi harus diingat jumlah frekuensinya sangat besar sekali. Sekali top-up jauh lebih banyak masyarakat yang mengisi sejumlah Rp 50 ribu daripada yang Rp 500 ribu. Sudah pasti yang paling dirugikan dari kebijakan tersebut adalah masyarakat kecil yang sekali top up hanya Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu.

"Karena itu, saya meminta BI dan OJK meninjau ulang rencana penerapan biaya ini. Jangan biarkan perbankan berperilaku seperti kartel dengan mengincar keuntungan tetapi membuat masyarakat tidak punya pilihan lain. Fintech seharusnya tumbuh secara alami karena masyarakat memang membutuhkan dan memilihnya sendiri," tegas Ecky. [wah] 

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya