Harapan Presiden Jokowi agar anggaran negara dikelola dengan efisien dan berorientasi pada hasil, hingga kini belum berjalan dengan baik. Banyak pejabat negara hanya pandai bikin laporan, namun sayang hasil kinerjanya tidak terlihat signifikan.
Kemarin, Presiden Jokowi, mengungkapkan kekecewaanÂnya terhadap masalah pengeloÂlaan keuangan negara. MenuÂrutnya, kementerian, lembaga negara, hingga kepala daerah masih memandang pengelolaan keuangan negara masih sebatas urusan teknis. Birokrasi pemerÂintahan terlalu sibuk mengurusi surat pertanggungjawaban (SPJ), namun hasilnya nggak jelas.
"Ini laporan induknya bisa beranak. Apakah kita mau bekÂerja untuk membuat laporan atau bekerja untuk menghasilkan sesuatu?" cetus Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah 2017 di Istana Negara, kemarin.
Jokowi mengatakan, bikin laporan pertanggungjawaban atau laporan kerja sebenarnya tidak harus bertumpuk-tumpuk. BanÂyak laporan juga tidak menjamin tidak terjadi korupsi. Jokowi mengungkapkan, sampai saat ini masih banyak temuan inefisiensi dalam penggunaan APBNdan APBD. Uang negara digunakan tidak tetap sasaran.
"Saya cek satu per satu banyak sekali inefisiensi itu. Setiap kegÂiatan yang dilakukan dilihat satu per satu, tidak jelas hasil yang akan dicapai. Ini kegiatan apa sih hasilnya yang akan dicapai tidak jelas. Tujuan dan sasaran tidak berorientasi pada hasil," ucapnya.
Jokowi menilai, percuma saja bikin program tetapi hasilnya tidak terlihat. Hal ini membuat ukuran kinerja menjadi tidak jelas.
Jokowi meminta, akutansi tidak diarahkan kepada prosedur tapi harus diubah pada orientasi hasil. Namun ditekankannya, hasilnya harus berkualitas.
"Saya sudah sampaikan keÂpada Menkeu (Menteri Keuangan) buat laporan yang simpel, sederhana. Sudah berkali-kali saya sampaikan. Ini penting sekali," ucap Jokowi.
Sejumlah menteri dan pimpiÂnan lembaga hadir dalam RakerÂnas ini. Mereka adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Pertahanan Ryamizard RiaÂcudu, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi MNasir, MenÂteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, dan Kepala Perencanaan Pembangunan Nasional BamÂbang Brodjonegoro.
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani mengaku, sudah berupaya menjalankan instruksi Presiden untuk menyederhanakan laporan kerja sejak taÂhun lalu. Antara lain, merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168/2015 menÂjadi PMK 173/2016. Peraturan ini mengatur tentang mekanisme pelaksanaan anggaran bantuan pemerintah pada kementerian negara atau lembaga. "Isi aturan itu instruksi pada kementerian lembaga agar jumlah laporannya hanya menjadi dua, seperti diminta Presiden," ucap Sri Mulyani.
Namun, lanjutnya, Presiden masih dengar laporan bahwa beban kerja para birokrat dalam membuat laporan masih belum berkurang. Terutama, di pemerintah daerah. Menurutnya, aturan petujuk pelaksanaan (juklak), dan petujuk teknis (juknis) masih belum berubah. "Kami siap kerja sama dengan gubernur, wali kota, dan bupati untuk menyederhanakan SPJ di daerah," ungkapnya.
Kades Tak Siap Kelola Anggaran MiliaranDalam raker ini, Presiden menyoroti khusus masalah pembuaÂtan SPJ pengelolaan dana desa. Menurutnya, akibat aturan yang tidak sederhana, kepala desa (kades) lebih sibuk ngurusi SPJ daripada orientasi target dari penggelontoran dana tersebut. "Dana desa, tanya kepala desa. Pusing semuanya. Bukan bekÂerja membuat irigasi, embung. Pusingnya mengerjakan lapoÂrannya," kata Jokowi.
Menkeu Sri Mulyani menÂgakui hal tersebut. Menurutnya, penyerapan anggaran dana desa sebenarnya cukup baik, telah mencapai lebih dari 99 persen. Namun, terdapat masalah pada laporan keuangannya.
Dia menilai, masalah tersebut terjadi karena banyak kepala desa yang tidak siap untuk menerima uang hingga miliaran Rupiah. Dari sekitar 75.000 masyarakat desa, diperkirakan hanya sekira 10 persen pemerintahan desa yang memiliki kemampuan unÂtuk menyusun laporan keuangan dengan lebih baik.
"Mereka yang tadinya enggak pernah menerima dan kelola uang sebanyak itu langsung di desa dalam bentuk cash, itu adalah satu persoalan sendiri," pungkasnya. ***