Permintaan produsen rokok agar target kenaikan penerimaan cukai diturunkan ditolak Badan Anggaran (Banggar) DPR. Dikhawatirkan, penerimaan negara akan berkurang jika permintaan tersebut dikabulkan. Industri rokok gigit jari.
Anggota Banggar DPR EnÂdang Srikarti Handayani menÂgatakan, akan jadi preseden buruk jika permintaan GabunÂgan Produsen Rokok Indonesia (Gaprindo) agar target kenaikan cukai diturunkan. Sebab, saat ini pemerintah sedang menggali potensi penerimaan untuk pemÂbangunan infrastruktur.
"Kami pribadi menolak perÂmintaan Gaprindo agar penÂerimaan sektor cukai diturunkan lagi. Sebab, itu akan menambah defisit," ujar rapat dengar pendaÂpat bersama dengan Gaprindo, di gedung DPR, kemarin.
Hal senada dikatakan oleh AngÂgota Banggar DPR Andi Achmad Dara. Dia meminta, Komisi XI DPR tidak menurunkan target penerimaan cukai rokok. SebaÂliknya, target cukai Rp 148 triliun ini justru diperkuat.
"Ini kan yang dikenakan cukai per batang, artinya konsumsi rokok naik ngapain diturunkan (kenaikan cukai rokok)," ujarnya
Ketua Banggar DPR Aziz Syamsudin mengatakan, ada pemahaman berbeda dengan Gaprindo terkait kenaikan tarÂget cukai rokok. "Biarlah nanti Komisi XI yang memutuskan. Sebab, kenaikan penerimaan cukai rokok itu hanya 0,5 persen, target APBN 2018 itu kan Rp 148 triliun dari 2017 yang hanya Rp 147 triliun," ujarnya.
Menurutnya, perbedaan pemaÂhaman perlu diperjelas sehingga tidak salah dalam memberikan penafsiran. "Makanya kami minta data Gaprindo. PerhitunÂgan mereka sampai 4,8 persen itu di mana? Kalau minta sebesar itu sementara kita hanya 0,5 persen berarti kan enggak ada masalah," kata dia.
Banggar menyerahkan masalah ini sepenuhnya pada pemÂbahasan penerimaan cukai rokok di Komisi XI DPR. Pasalnya, kewenangan ada di komisi dan panja, sementara banggar hanya menerima masukan.
Industri Lesu Ketua Umum Gaprindo MuÂhaimin Moefti mengatakan, saat ini industri rokok sedang lesu dan apabila tetap dikenakan dikhawatirkan dampaknya bakal meluas. "Permintaan kita itu suÂdah jelas. Kami ingin kenaikan target cukai yang ditetapkan dalam APBN 2018 tidak lebih dari 4,8 persen dari realisasi Perubahan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2017," ujarnya.
Menurutnya, informasi dan data yang didapat Gaprindo ternyata target penerimaan cukai naik 4,8 persen dalam APBN 2018 dari target tahun ini. KeÂnaikan tersebut dinilai terlalu besar, sebab saat industri rokok terlalu banyak tekanan.
"Di antaranya volume produkÂsi lagi sedang berat-beratnya. Selain itu, industri rokok secara keseluruhan juga berat. Apalagi produksi tembakau dalam negeri lagi lesu. Bahkan, tekanan-tekanan masih berat bagi kami," bebernya.
Kendati begitu, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa, selain menÂdesak Banggar DPR. Mengingat, Gaprindo mendapat informasi besok (hari ini) sudah ditetapkan target penerimaan negara, terÂmasuk sektor cukai rokok.
Padahal sambungnya kalau dipaksakan, maka industri rokok nasional akan mengalami keterÂpurukan. Sebab, saat ini produksi tembakau lagi menurun, belum lagi biaya-biaya produksi baik dan permintaan rokok juga terus menurun.
Ia menambahkan, Gaprindo juga keberatan dengan PeraÂturan Menteri Keuangan (PMK) No. 57 tahun 2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai. Regulasi baru itu akan berpengaruh pada peningkatan beban cukai pada 2018.
Moefti menyampaikan, reguÂlasi tersebut dikhawatirkan akan mengurangi volume produksi rokok. Hal itu mengingat volÂume produksi rokok mengalami tren penurunan sejak 2016
Pada 2016, volume produksi rokok menurun sebesar 2 persen atau sekitar 342 miliar batang. Sedangkan pada 2017, Gaprindo memprediksi volume produksi rokok akan turun sebesar 3 persen menjadi 330 miliar baÂtang. ***