Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, ada enam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang masih mengalami kerugian meski telah diguyur Penyertaan Modal Negara (PMN) di Tahun Anggaran 2015.
Tercatat sebanyak enam BUMN sudah menerima dana PMN tersebut, yakni PT Dok dan Perkapalan Surabaya, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X, PTPN IX, PTPN VII, PerkeÂbunan Nusantara III, dan juga PT Dirgantara Indonesia. Namun, kinerja enam BUMN ini masih menunjukkan performa negatif dan mengalami kerugian di Tahun 2016.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun berencana memanggil BUMN tersebut untuk dimintai pertanggungjawabannya. "Saya sudah minta Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo untuk menegur dan mengawasi BUMN tersebut. Kita juga akan melihat kinerja mereka di dalam pengaÂwasan ini," kata Sri Mulyani.
Bekas Direktur Bank Dunia itu mengatakan, dana PMN merupakan uang negara yang diperoleh susah payah melalui pajak. "Karena itu harus ada tanggung jawabnya. Jadi disiplin keuangan akan kita perkuat di BUMN yang masih merugi," kata Sri Mulyani.
Selain itu, masih banyak BUMN yang baru menggunaÂkan PMN di bawah 50 persen pada 2015 karena sejumlah alasan seperti, perizinan yang terlambat, pemilihan mitra untuk proyek, proses pengadaan hingÂga proses pembebasan lahan.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Perusahaan Holding Perkebunan Nusantara (PTPN) Furqan TanÂzala menjelaskan, secara umum penyebab terjadinya kerugian pada Holding PTPN disebabkan antara lain adanya faktor musim kemarau panjang (El Nino) yang menyebabkan masa tanam tebu menjadi mundur dan perÂtumbuhan tanaman mengalami stagnasi.
"Sedangkan pada 2016 terÂjadi musim kemarau basah (La Nina) yang mengakibatkan hujan berkepanjangan sehingga berdampak pada kemasakan tebu menjadi tidak optimal dan ketatnya persaingan untuk memperebutkan tebu petani dengan pabrik gula swasta," ujarnya.
Menurut Furqan, kinerja keuangan perusahaan-perusahaan penerima PMN selama 2015 dan 2016 pada dasarnya tidak berhubungan secara langsung dengan PMN yang diterimanya karena program-program dari dana PMN merupakan kegiatan investasi yang bersifat komÂpleks.
Furqan juga mengatakan, dana PMN Tahun 2015 ke HoldÂing Perkebunan Nusantara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III dilakukan sesuai program perbaikan faktor produksi guna meningkatkan kinerja PerseÂroan. Hingga Desember 2016, reÂalisasi penggunaan PMN sebesar Rp 297,85 miliar atau 8,51 persen dari total PMN Rp 3,5 triliun.
"Kami proyeksikan pada akhir Tahun 2017 dana PMN tersebut dapat terserap sebesar Rp 1,446 triliun atau 41,34 persen dari total PMN," jelas Furqan.
Sementara, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media KementeÂrian BUMN, Fajar Harry SamÂpurno mengatakan, kerugian yang masih menimpa PT Dok dan Perkapalan Surabaya dikarÂenakan floating dock alias dok apung untuk pemeliharaan kapal belum juga datang ke Surabaya. Hal ini mempengaruhi kinerja keuangan perseroan yang menÂgakibatkan kerugian.
"Floating dock belum datang untuk pemeliharaan kapal kan butuh waktu belum datang seÂhingga dia belum bisa memanÂfaatkan kapasitas produksinya sehingga kemudian dia masih merugi," ujar Harry.
Selanjutnya, kerugian yang dialami PTDI karena lantaran tertundanya pengiriman pesaÂwat terbang. Hal ini membuat perseroan menanggung beban produksi lebih banyak tahun lalu.
"Kalau PTDI karena tahun lalu banyak delivery pesawat yang ditunda jadi tahun ini," kata Harry.
Harry menjelaskan, untuk mengantisipasi terulangnya keÂjadian tersebut, Menteri BUMN Rini Soemarno meminta seluruh BUMN yang mendapatkan PMN segera menyelesaikan proyek. "Sehingga bisa berdampak langÂsung ke produksi dan peneriÂmaan perseroan," tegas Harry.
Salah Program
Pengamat BUMN dari Rumah Amanah Rakyat Ferdinand HuÂtahaean mengatakan, penyebab masih adanya BUMN yang merugi meski sudah diguyur PMN lantaran salah analisa saat pencairan.
"Mestinya PMN itu harus ada program konkretnya, tidak sekedar suntik modal yang membuat uang tidak berputar dan menghasilkan keuntungan. Disini masalahnya, karena salah program," kata Ferdinand keÂpada
Rakyat Merdeka.Fredinand mengatakan, guna memperbaiki kondisi ini (BUMN masih rugi), harus dimulai dari perombakan manajemen. "RomÂbak semua manajemen yang tidak visioner. Ganti komisaris yang hanya makan gaji buta. Tanpa manajemen dan komisaris yang visioner dan memiliki netÂworking bagus dan tidak punya program jelas, maka BUMN kita tetap hanya makan APBN tapi tak mampu menyumbang APBN," tegasnya. ***