Aparat kepolisian dianggap telah melanggar sejumlah aturan hukum dan menyingkirkan hak asasi manusia dalam penangkapan paksa terhadap Alfian Tanjung, Rabu (6/9) lalu.
Abdullah Alkatiri selaku kuasa hukum Alfian, mengatakan, banyak kejanggalan terjadi sejak di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Rabu siang. Misalnya, terlalu banyak petugas kepolisian di dalam ruang sidang, bahkan dua anggota polisi berdiri di belakang majelis hakim. Namun, Majelis Hakim pada persidangan itu kemudian membebaskan Alfian Tanjung dari tuduhan ujaran kebencian.
"Tidak boleh ada polisi di belakang hakim. Mau ngapain dia di situ?" kata Alkatiri dalam konferensi pers di Kantor AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (8/9).
Saat diputus bebas oleh majelis hakim PN Surabaya, sejumlah polisi pun terus mengikuti Alfian dan tim kuasa hukumnya.
Ketika tim kuasa hukum ingin menjemput Alfian dari Rumah Tahanan Kelas I Surabaya, penyidik dari Polda Jawa Timur datang. Menurut Alkatiri, salah satu aparat yang menjemput adalah Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur, Kombes Agung Yudha Wibowo.
"Saat kami tanyakan mengapa klien kami dibawa, mereka tidak memberi jawaban. Hanya mengatakan mendapat perintah dari Polda Metro Jaya untuk menangkap ustad di perkara lain. Orang ditangkap harusnya diberi penjelasan," kata Alkatiri.
Alkatiri menambahkan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak terhadap penangkapan tersebut. Tim kuasa hukum Alfian di Surabaya lantas menghubungi tim dari Jakarta untuk melakukan pengawalan terhadap klien mereka.
"Ustad Alfian dibawa pukul 24.00 saat itu lewat Bandara Surabaya ke Jakarta," jelas Alkatiri.
Lebih lanjut, tambah Alkatiri, tim kuasa hukum yang dipimpin Sulistiyowati langsung merapat ke Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan. Sulis menunggu sampai pukul 02.00 WIB, Kamis (7/9).
Sulis beberapa kali mencoba menjalin komunikasi ke penyidik dan jajaran Polda Metro Jaya. Hingga akhirnya, Sulis mendapat jawaban bahwa kliennya dibawa ke Mako Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok.
"Saat itu juga saya berangkat ke Mako Brimob. Di sana saya tidak diperbolehkan masuk," jelas dia.
Menurut Sulis, penghadangan polisi terhadap advokat yang ingin melihat kliennya merupakan pelanggaran Pasal 57 KUHAP tentang Hak-hak Tersangka dan Terdakwa.
"Sampai sekarang, saya belum diberikan izin untuk menemui Ustadz Alfian. Padahal kami ingin berkoordinasi langkah apa yang akan diambil selanjutnya," jelas dia.
Sementara itu, anggota Tim Advokasi Alfian Tanjung (TAAT), Arif Razman Nasution, menambahkan, tindakan kepolisian yang arogan itu telah melanggar hak kemanusiaan Alfian. Selain melanggar Pasal 57 KUHAP, polisi juga menabrak Pasal 333 tentang Perampasan Kemerdekaan Seseorang.
"Harusnya polisi tunduk pada keputusan pengadilan. Alfian itu kan diputus bebas. Harusnya dibiarkan keluar merasakan kemerdekaan dan setelah itu diambil. Ini kan tidak, langsung diambil," sesal Razman.
[ald]