Suhendra Hadi Kuntono/Net
Meski survei menempatkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebagai menteri berkinerja terbaik, namun hal itu bukan berarti semua kebijakan yang diambil tidak menimbulkan efek negatif.
Aksi unjukrasa para nelayan yang mengaku menjadi korban kebijakan Susi di Jakarta dan sejumlah daerah menjadi bukti adanya efek negatif dari KKP.
Atas alasan itu, Pendiri Asosiasi Pekerja Bawah Air Indonesia (APBAI) Suhendra Hadi Kuntono meminta Menteri Susi untuk mempertimbangkan kearifan lokal dalam menyusun kebijakan.
"
Local wisdom (kearifan lokal) dan solusi alternatif perlu kita tawarkan kepada Ibu Susi agar dapat menjadi pertimbangan dalam mengambil kebijakan-kebijakan selanjutnya," ungkapnya kepada redaksi, Senin (28/8).
Suhendra kemudian merujuk contoh
local wisdom yang dimiliki nelayan Provinsi Maluku, yakni sasi laut. Tradisi adat ini adalah menutup wilayah perairan tertentu pada waktu tertentu hingga ‘titah negeri’ negeri untuk membukanya. Sehingga kelestarian laut bisa tetap dijaga dan nelayan tetap bisa mendapat hasil tangkapan melimpah.
"Barang siapa yang melanggar akan dikenai sanksi, apalagi sampai merusak ekosistem," kata ketua umum Putra-putri Jawa Kelahiran Sumatera, Sulawesi dan Maluku (Puja Kessuma).
Sejumlah solusi alternatif juga ditawarkan Suhendra agar kebijakan-kebijakan Susi tidak lagi didemo nelayan. Salah satunya solusi mengenai Permen 2/2015 tentang Pelarangan Trawl, Cantrang dan Set Nets di WPP Nasional Republik Indonesia (NRI). Dalam hal ini, ia menilai perlunya modernisasi alat tangkap berbasis CCRF sesuai karakteristik perairan setempat, penggantian alat tangkap dengan yang ramah lingkungan, dan pengaturan jumlah kapal dan musim penangkapan.
"Termasuk izin kapal di atas 30 gross ton (GT) dalam proses moratorium sehingga bisa beroperasi di bawah area 12 mil yang merupakan wilayah kewenangan provinsi," jelasnya.
Sementara untuk Permen 4/2015 tentang Larangan Penangkapan Ikan pada WPP 714, Suhendra menawarkan solusi agar KKP bekerja sama dengan swasta. Sehingga saat diberlakukan closed area pada periode Oktober hingga Desember bisa memberikan bantuan alternatif, di antaranya berupa penyediaan usaha substitusi seperti usaha perikanan budidaya, pariwisata bahari dan industri rumah tangga.
"Karena nelayan pastinya tidak bisa melaut akibat pemberlakuan closed area tersebut," papar Suhendra yang juga mantan Ketua Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Indonesia-Vietnam bentukan pemerintah RI dan Vietnam ini.
[ian]