Terlibatnya dua oknum advokat dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) di PN Jakarta Selatan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan bahwa organisasi advokat memiliki pekerjaan besar dalam menjalankan profesinya.
Begitu dikatakan Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Fauzie Yusuf Hasibuan, di Jakarta, Rabu (23/8).
"Ketentuan dalam UU 18/2003 tentang advokat maupun Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) tidak memiliki daya jangkau jika organisasi advokat tidak sungguh-sungguh memerangi praktek koruptif yang masih dilakukan sebagian oknum advokat Indonesia," jelasnya.
Peradi sendiri telah membentuk Komisi Pengawas Advokat yang secara aktif bertugas mengawasi perilaku advokat. Juga telah membentuk Dewan Kehormatan di tingkat daerah maupun pusat yang bertugas menyidangkan dan menindak oknum advokat.
"Pada semester pertama 2017 tidak kurang 108 advokat telah dijatuhi sanksi etik termasuk diantaranya pemecatan dalam upaya menjaga perilaku advokat dalam menjalankan profesinya," jelasnya.
Walau begitu, dengan banyaknya organisasi advokat pasca terbitnya Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. 73/KMA/HK.01/IX/2015, 25 September 2015, yang membenarkan Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia dapat menyumpah advokat yang diangkat oleh organisasi advokat dari manapun.
"Maka terjadi degradasi kewibawaan organisasi advokat dalam menjaga dan membina perilaku anggotanya. Mengingat anggota suatu organisasi advokat dapat berpindah ke organisasi lain jika menghadapi pemeriksaan Komisi Pengawas Advokat ataupun Dewan Kehormatan."
Dalam kaitan tersebut, kata Fauzie, maka wadah tunggal organisasi advokat patut dipertahankan sesuai dengan ketentuan UU Advokat demi menjaga keluhuran dan martabat profesi advokat termasuk membina perilaku advokat dalam menjalankan praktek penegakan hukum yang bersih dan bermartabat.
Dalam Rakernas Desember 2016 yang dihadiri Menko Polhukam RI Bapak Jenderal (Purn) Wiranto, SH di Jakarta.
Peradi telah menyatakan kesiapannya bersinergi dengan Tim Saber Pungli yang dibentuk Menko Polhukam RI guna menekan praktek koruptif yang dilakukan oknum advokat.
"Demikian juga saat ini Peradi sedang mengupayakan kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pelatihan/training bagi para anggotanya agar terbangun kultur praktek penegakan hukum yang bersih dan bermartabat."
Terhadap semua anggota Peradi yang berjumlah 40 ribu dan tersebar di seluruh Indonesia, kiranya peristiwa OTT di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadi peringatan keras karena selain harus mempertanggungjawabkan secara pidana.
"Juga dapat dipastikan akan kehilangan profesinya sebagai advokat, yang berarti semua mimpi dan harapan yang telah dibangunnya sejak muda harus sirna oleh suatu perbuatan tercela yang seharusnya bisa dihindari jika setiap advokat memaknai keluhuran dan martabat profesinya," tandasnya.
[sam]