Berita

Prof. Tjipta Lesmana/Net

Politik

Kenapa DPR Minta Apartemen

SABTU, 19 AGUSTUS 2017 | 10:36 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

RATUSAN miliar rupiah uang rakyat dipergunakan untuk merenovasi perumahan anggota DPR di kawasan Kalibata sekitar 5 tahun yang lalu. Renovasi perumahan wakil rakyat, waktu itu, sempat diwarnai kontroversi, terutama karena biayanya yang besar, dan kelas perumahan yang cukup mewah. Tiap anggota disediakan 1 unit rumah luas 150 m2 dengan luas bangunan 180 m2 (2 lantai), lengkap dengan semua perabotan layaknya sebuah rumah tinggal.

Dalam perjalanan, sebagian besar rumah itu tidak dihuni oleh wakil-wakil rakyat, entah dengan alasan apa. Petugas keamanan bisa cerita panjang jika Anda tanya berapa banyak dan seberapa sering wakil rakyat yang menghuni rumah-rumah dinasnya di Kalibata itu. Sebagian lagi, tampaknya, disalah-gunakan, seprerti untuk gudang.

Waktu Pilgub DKI tempo hari diketahui seorang wakil rakyat memanfaatkan rumah dinasnya untuk gudang, tepatnya, perlengkapan kampanye.


Belakangan sejumlah rumah dinas wakil rakyat diketahui ditempatkan oleh staf ahli ang­gota DPR. Sejak kapan staf ahli wakil rakyat mendapat "jatah" perumahan? Bukankah ini suatu penyimpangan? Mereka ditem­patkan di sana karena anggota DPR tahu bahwa mereka tak­kan menempatinya. Daripada mubazir, dan kebetulanstaf ahlinya membutuhkan rumah tinggal, maka rumah dinas itu pun untuk sementara ditempati oleh staf ahli.

Beberapa wakil rakyat kini berteriak minta dibangunkan apartemen. Lokasi yang dipilih:lahan eks Taman Ria yang bersebelahan dengan ge­dung DPR/MPR. Yang pertama melansir permintaan ini Fahli Hamzah, Wakil Ketua DPR. Alasannya, para wakil rakyat supaya dekat dengan DPR, supaya bisa cepat tiba di ge­dung DPR kalau mau rapat. Jadi sorotan publik tentang kosongnya ruang rapatpada waktu ada rapat di-counter dengan argumentasi: jauh dan macet perjalanan Kalibata ke Senayan.

Saya tidak tahu apakah per­mintaan ini sebatas permintaan beberapa wakil rakyat, atau memang sudah disepakati oleh sebagian besar wakil rakyat? Yang jelas, begitu "bola aparte­men" digulirkan oleh Fahri, be­berapa wakil rakyat langsung meng-counter: tidak perlu!

Duet Fahri-Fadli [Zon] pada DPR 2014-2019 memang pal­ing vokal. Nyaris tiada hari tanpa suara kedua wakil rakyat ini di media massa. Ada-ada saja gagasan yang dilemparkan duet ini. Sayangnya, hampir semua gagasan mereka, secara spontan, dikritik pedas oleh publik. Tempo hari, misalnya, mereka ngotot minta supaya DPR membangun perpusta­kaan parlemen terbesar di Asia Tenggara,. Fadli menguzulkan dibangun museum keris di komkpleks DPR/MPR. Kini, wacana bangun gedung baru DPR juga dihidupkan kem­bali, setelah kandas pada era Marzuki Ali.

Saya sungguh tidak paham apa sebenarnya motif di balik gagasan membuat proyek be­ranggaran besar yang kurang terkait dengan peningkatan prestasi atau kinerja wakil rakyat. Bisa saja motivasinya karena cemburu pada pemerintah.

Pemerintah terkesan mau apa saja bisa langsung dijalankan. Kenapa kalau DPR, tidak bisa? Namun, di tengah-tengah ser­gapan KPK terhadap sejumlah anggota DPR terkait kasus-ka­sus korupsi [besar], rakyat bisa saja curiga, usulan membangun sejumlah proyek di kompleks DPR/MPR bertujuan untukn "cari duit". Maklum, pemilihan umum 2019 semakin dekat. Dan pemilihan umum membu­tuhkan dana besar bagi setiap kontestannya......

Tentu, tidak baik jika kita main duga-duga. Kita tetap percaya masih banyak wakil rakyat yang bekerja lurus dan penuh dedi­kasi untuk kepentingan rakyat. Namun, mengenai permintaan membangun apartemen untuk anggota DPR, saya berpendapat usul itu harus DITOLAK.

Pertama, Untuk apa? Bukankah perumahanwakil rakyat di kawasan Kalibata masih bagus dan representatif? Bukankah pemerintah baru 5 tahun lalu menganggarkan ratusan milyar rupiah untuk renovasi total kompleks perumahan itu?

Kedua, alasan bahwa jika tinggal di apartemen di lahan eks Taman Ria memungtkinkanwakil rakyat lebih cepat tiba di gedung DPR/MPR, sehingga tidak terlambat menghadiri rapat-rapat adalah pemikiran yang ABSURB. Sebagai wakil rakyat, Anda HARUS memberikan teladan kepada rakyat. Kalau rapat jam 9 pagi, misalnya, ke­napa tidak berapa berangkat dari rumah pukul 07:00? Disiplin wakil rakyat selama ini memang dikenal "loyok". Rapat tidak pernah on-time. Budaya jam karet sudah amat beken di ka­langan wakil rakyat kita.

Ketiga, pembangunan aparte­men di sebelah gedung DPR tidak menggunakan "kas neg­ara", pihak swasta yang akan bangun. Bohong! Apa swasta mau hamburkan uang triliunan rupiah secara gratis? Lahan eks-Taman Ria semula kan dikuasai Grup Lippo. Dari awal sekali, Lippo bernafsu sekali membangun apartemen mewah di sana. Setelah diprotes dari berbagai pihak, lalu dikatakan hendak membangun Pusat Jajanan Nusantara dsb. Yang mem­protes keras pembangunan gedung super-mewah di sana tidak lain wakil-wakil rakyat sendiri dengan alasanmengganggu lingkungan, mengganggu kegiatan-kegiatan DPR/MPR.

Sekarang Fahri Hamzah berkilah swasta pula yang siap membangun apartemnen untuk para wakil rakyat. Tolong Fahri sebutkan siapa pihak swasta itu dan bagaimana perjanjian eksaknya antara swasta dengan pihak DPR. Tentu saja, rakyat berhak mengetahui detil per­janjian itu, jangan sampai nanti baru diketahui ada "udang di balik batu" terhadap proyek pembangunan apartemen un­tuk anggota DPR.

Anehnya, pernyataan Fahri dibantah oleh rekannya sendiri: Anton Sihombing, anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. Anton tegas-tegas mengatakan pembangu­nan apartemen pakai anggaran APBN. "Emang dari mana? Yang membangun kan bukan DPR. Yang membangun pe­merintah," kata Anton kepada wartawan.

Keempat, DPR sebaiknya tetap fokus pada ketiga fungsi pokoknya. PR DPR sesung­guhnya menumpuk, tapi jarang kita lihat ada usulan konkret dari DPR untuk memecahkan segudang persoalan bangsa. Misalnya, apa kiat wakil-wakil rakyat untuk "membabat" tikus-tikus desa yang mulai menggerogoti dana bantuan desa? Kenapa DPR nyaris tidak pernah bersuara tentang kasus Novel Baswedan yang masih gelap sampai hari ini? Kenapa DPR kompak "membisu" ten­tang skandal e-KTP? [***]

Prof. Tjipta Lesmana
Penulis adalah pengamat politik senior

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya