Berita

Foto/Net

Bisnis

Ekonomi Kita Pet-Byar

Banyak Toko Tutup, Banyak Yang Buka
SENIN, 14 AGUSTUS 2017 | 10:23 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Indikator ekonomi makro kita menunjukkan angka yang tak jelek-jelek amat. Tapi di sisi lain, banyak pengusaha yang mengeluh karena berbagai alasan. Mulai dari sepi orderan hingga ditinggalkan pembeli. Pengusaha ritel yang paling kencang berteriak karena banyak dari mereka yang terpaksa menutup toko. Karena itu ada pengamat yang menyebut, ekonomi kita seperti tengah pet-byar alias hidup-mati.

 Kabar daya beli masyarakat yang melemah sebenarnya sudah muncul sejak pertengahan Juli lalu. Gara-garanya, sejumlah mal dikabarkan sepi dan banyak toko perbelanjaan ditutup. Pengusaha berkesimpulan ada penurunan daya beli masyarakat. buktinya ada data penjualan yang menurun. Namun pemerintah menepis dugaan itu. Tak ada penurunan daya beli, yang ada pergeseran belanja dari toko ke belanja online. Soal ini, para ekonom pun hanya bisa meraba-raba karena belum punya data untuk menganalisa.

Baru setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pekan lalu, sejumlah hal tentang perekonomian sedikit-banyak menjadi terang benderang. BPS menyebut pertumbuhan ekonomi pada kuartal ke dua tahun ini ada di angka 5,01 persen. Konsumsi rumah tangga pun mengalami kenaikan sebesar 0,01 persen di banding triwulan sebelumnya menjadi 4,95 persen. Angka segini, menurut pemerintah, belum bagus tapi tak jelek-jelek amat.


Meski begitu, pelaku usaha merasakan betul kelesuan ekonomi saat ini. Sejumlah pemilik toko di pusat perbelanjaan Nagoya Hill, Batam misalnya, terpaksa menutup tokonya karena sepi pembeli. Satu di antaranya adalah Aliong, pemilik Toko Canon Jaya yang menjual kamera DSLR dan beragam merek smartphone. Dia bilang, sudah dari sebulan menutup tokonya karena alasan sepi pembeli. Dalam satu minggu, belum tentu ada barang yang terjual. Pendapatan dari penjualan sudah tak sebanding untuk bayar sewa dan gaji karyawan. Keadaan ini berbeda pada 2014-2015. Saat itu, penjualan luamyan tinggi bisa mencapai 3 kamera per hari.

"Sekarang kami tak bisa bertahan. Pengunjung benar-benar sepi. Wisatawan juga berkurang," kata Aliong, di Batam, kemarin. Bukan hanya Aliong yang menutup tokonya. Sejumlah toko lain pun mengikuti langkah Aliong.

Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) khususnya Batam memang provinsi yang paling merasakan dampak dari penurunan daya beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi provinsi ini anjlok terus, hingga mencapai 1,52 persen dari triwulan pertama 2017 di angka 2,02 persen. Pertumbuhan ekonomi Kepri menempati peringkat ke 33 dari 34 provinsi. Padahal di tahun 2014-2015, pertumbuhan ekonomi Batam bisa mencapai angka 6,5 sampai 7 persen di atas rata-rata nasional. Di sisi lain, di Jakarta, kita melihat masih banyak ruko yang baru selesai dibangun dan langsung beroperasi.

Pengamat ekonomi dari Indef Berly Martawardaya mengatakan, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01 persen dan konsumsi rumah tangga di angka 4,95 persen belum mencerminkan ekonomi yang kokoh dan daya beli masyarakat yang kuat. Apalagi, menurut Berly, konsumsi rumah tangga hanya naik tipis. Padahal pada semester ke dua ini ada Lebaran dan pencairan gaji ke-13 untuk PNS yang bisa mendongkrak konsumsi rumah tangga.

Berly menjelaskan ada sejumlah faktor yang menyebabkan ekonomi kita seperti pet-byar seperti ini. Dia bilang, daya beli masyarakat menengah atas relatif masih tinggi. Namun mereka yang biasanya jor-joran dalam belanja memilih untuk menahan. Aksi menahan ini berdampak terhadap daya beli masyarakat menengah bawah yang sangat tergantung dari ekspansi kelas menegah atas.

"Aksi menahan ini dikarenakan ketidakpastian ekonomi terutama belum stabilnya harga sejumlah komoditas. Aksi ini akan berlanjut sampai mereka mendapat kepastian dari kondisi perekonomian," kata Berly, kemarin.

Selain itu, Berly menilai aksi menahan belanja ini dikarenakan kurang nyamannya dengan isu-isu yang berkembang di Indonesia, bahkan kebijakan pemerintah. Seperti kabar pengecekan kartu kredit, intip rekening, hingga pengejaran penunggak pajak. "Karena khawatir orang tidak spending," ungkapnya.

Karena itu Berly berharap pemerintah memberikan kondisi yang aman lantaran di kuartal III masih ada potensi untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga. Misalnya dengan mempercepat penyerapan dana desa oleh pemerintah daerah ke sektor produktif, realisasi belanja pemerintah bisa ditingkatkan lagi. Pemerintah juga harus menghilangkan kekhawatiran masyarakat soal yang aneh-aneh, misalnya kebijakan yang tidak konsisten hingga kegaduhan politik.

Ekonom Univeristas Indonesia Faisal Basri menepis kabar yang menyebut adanya penurunan daya beli masyarakat. kata dia, yang ada sedikit melambat karena masih di bawah 5 persen. "Tapi tidak ada penurunan daya beli seperti yang diberitakan belakangan ini," kata Faisal, dalam sebuah diskusi akhir pekan kemarin.

Menurut dia pelambatan daya beli dikarenakan masyarakat lebih banyak menabungkan uangnya dengan mengorbankan konsumsi. "Belanja berkurang tidak berarti daya beli menurun. Sementara ini tidak ada indikasi kebijakan, kejadian luar biasa atau aneh yang menyebabkan konsumsi berkurang," kata Faisal.

Pengamat ekonomi Hendri Saparini mengingatkan pemerintah untuk waspada menghadapi penurunan daya beli masyarakat saat ini. Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu menyebutkan pelambatan konsumsi rumah tangga sudah terlihat sejak kuartal III-2016. Menurut dia, pemerintah harus mengetahui golongan masyarakat mana yang melakukan atau mengalami pengurangan konsumsi. Apakah kelompok masyarakat atas atau justru kelompok bawah. Dua-duanya perlu diwaspadai karena punya dampak yang berbeda.

"Kalau dari kelompok atas tentu tidak akan bikin galau. Tapi kalau 40 persen berasal dari masyarakat, Maka harus menjadi catatan penting," kata Hendri, dalam sebuah diskusi akhir pekan kemarin.

Hendri mengatakan pemerintah perlu merespons fenomena tersebut agar tidak berkelanjutan atau bahkan dapat segera membalik tren perlambatan tersebut. Caranya, setop dulu rencana kenaikan tarif dasar listrik. Atau mempercepat pembagian kartu bantuan sosial agar dapat segera digunakan oleh masyarakat golongan bawah untuk belanja.

"Juga perlu ciptakan optimisme. Jangan ada kebijakan fiskal atau kebijakan pajak yang membuat orang berpikir untuk konsolidasi," tuntasnya.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menyampaikan pihaknya sudah mengecek langsung ke lapangan serta mengumpulkan pemilik atau CEO industri ritel Indonesia untuk membahas soal penurunan daya beli masyarakat ini. Hasilnya, kebanyakan mengalami penurunan bervariasi dari 5-20 persen. Seperti ritel makanan, mainan anak-anak, dan pakaian. Hanya saja, kata dia, memang tak semua pelaku usaha ritel mengalami penjualan menurun. "Yang masih positif, mereka (pengusaha ritel) mengatakan sudah cenderung arahnya ke lemah," ujarnya. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

KPK Usut Pemberian Rp3 Miliar dari Satori ke Rajiv Nasdem

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08

Rasio Polisi dan Masyarakat Tahun 2025 1:606

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02

Tilang Elektronik Efektif Tekan Pelanggaran dan Pungli Sepanjang 2025

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58

Pimpinan DPR Bakal Bergantian Ngantor di Aceh Kawal Pemulihan

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47

Menag dan Menko PMK Soroti Peran Strategis Pendidikan Islam

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45

Jubir KPK: Tambang Dikelola Swasta Tak Masuk Lingkup Keuangan Negara

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37

Posko Kesehatan BNI Hadir Mendukung Pemulihan Warga Terdampak Banjir Bandang Aceh

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32

Berikut Kesimpulan Rakor Pemulihan Pascabencana DPR dan Pemerintah

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27

SP3 Korupsi IUP Nikel di Konawe Utara Diterbitkan di Era Nawawi Pomolango

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10

Trump ancam Hamas dan Iran usai Bertemu Netanyahu

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04

Selengkapnya