Kebijakan lima hari sekolah atau full day school (FDS) tidak seharusnya diterapkan secara nasional. FDS hanya cocok untuk kelas menengah ke atas yang kedua orang tuanya sibuk kerja.
"Hitung-hitung penitipan anak," ujar Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani, Syah'roni kepada redaksi, Jumat (11/8).
Tai bagi orang menengah ke bawah yamg orang tuanya punya waktu luang tentunya akan menjadikan keluarga sebagai sarana utama pendidikan anak. "Setuju nggak?" tuturnya agak berseloroh.
Ia memandang, kebijakan FDS akan menyusahkan orang-orang yang kurang mampu karena harus menyiapkan ongkos banyak dan bekal makan yang cukup. "Tentu dengan lauk yang tidak malu-maluin, kalau di rumah bisa lauk apa saja."
Sebaliknya, lanjut dia, bagi orang kaya ini tidak masalah karena anaknya dikawal sopir dan pembantu yang siap melayani kebutuhan anak.
"Anaknya orang tidak mampu bagaimana? Apakah ongkos 2 ribu cukup untuk seharian? Sementara anak orang kaya ongkosnya 20 ribu," kritiknya.
FDS juga, kata dia, akan merenggut hak anak untuk bermain. Padahal masa anak-anak adalah masa terindah untuk bermain. Bukan karena semata-mata akan menggusur Madrasah Diniyah.
Pendidikan informal di lingkungan sekitar sejatinya akan lebih bermanfaat dibandingkan pendidikan formal yg terlalu kepanjangan. Ia mengingatkan, keceriaan dan kebahagiaan anak di atas segala-galanya, pemerintah jangan merengutnya melalui kebijakan FDS.
"Ingat ya dulu waktu masih anak-anak bisa bermain apa saja, sekarang kasih kesempatan ke anak-anak juga, emang bapak/ibunya
doang yang pingin main," cetusnya.
[wid]