Berita

Susi Pudjiastuti/Net

Nusantara

Rencana Menteri Susi Hapus Subsidi Solar Nelayan Kecil Tidak Rasional

RABU, 02 AGUSTUS 2017 | 20:43 WIB | LAPORAN:

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) keberatan terhadap rencana Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti untuk menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bagi nelayan skala kecil.
 
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Marthin Hadiwinata menegaskan, alasan Menteri Susi menyebut nelayan mampu membeli BBM non-subsidi tidak rasional dan tidak tepat. Sebab, situasi dan kondisi ekonomi nelayan tradisional skala kecil tidaklah sama merata bagi sekitar lebih dari 2 juta nelayan di seluruh Indonesia.
 
"Sementara masalah distribusi BBM yang berulang terjadi tidak pernah diperbaiki,” ujar Marthin kepada redaksi, Rabu malam (2/8).
 

 
Dia menyampaikan, rencana menteri Susi itu merupakan bentuk langkah mundur bagi perwujudan kesejahteraan dan perlindungan konstitusional nelayan kecil yang berhak mendapatkan perlakuan khusus.
 
Dikatakan Marthin, BBM solar merupakan 70 persen dari seluruh biaya operasional dalam kegiatan produksi perikanan tangkap khususnya nelayan tradisional skala kecil.
 
"Dengan mencabut subsidi BBM biaya produksi akan meningkat, sementara itu pemerintah hingga hari ini belum pernah menyelesaikan masalah terkait akses pasar berikut informasi harga jual komoditas ikan hingga melakukan peningkatan kapasitas untuk pengolahan pasca produksi,” ujarnya.
 
Masalah klasik yang utama dari BBM bersubsidi adalah pada distribusi BBM untuk nelayan, yang hingga saat ini bermasalah masih sulit dijangkau baik di Pulau Jawa sendiri maupun di luar Pulau Jawa, terlebih pada pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil terluar.
 
Jika penyebabnya adalah pada distribusi seperti tidak tepat sasaran dan dinikmati oleh segelintir tengkulak yang menguasai rantai produksi maka solusi Menteri Susi untuk mencabut subsidi BBM solar untuk nelayan adalah langkah yang tidak pintar dan gegabah dalam menelurkan kebijakan.
 
Di sisi lain, lanjut dia, upaya konversi BBM Solar ke bahan bakar gas (BBG) berjalan lambat dan tidak sesuai dengan rencana pemerintah. Hal ini utamanya dilihat dari proses konversi menuju BBG tidak dapat diakses dengan mudah oleh nelayan dan cenderung tidak transparan.
 
Ditegaskan Marthin, informasi konversi BBM menuju BBG tidak diketahui oleh nelayan, khususnya nelayan tradisional skala kecil, padahal merupakan mayoritas dari seluruh kapal perikanan di seluruh Indonesia.
 
"Terlebih proses konversi BBM menuju BBG tidak pernah melibatkan organisasi nelayan maka proyek konversi tidak akan mencapai target yang dicanangkan pemerintah,” ujarnya.
 
Terkait permasalahan tersebut, Marthin Hadiwinata mengusulkan empat hal kepada pemerintah. Pertama, melakukan pelibatan organisasi nelayan dan kemudian secara bertahap memfasilitasi pembentukan koperasi nelayan untuk memperbaiki masalah distribusi BBM.
 
Kedua, memfasilitasi pembangunan Solar Pack Dealer Nelayan (SPDN) mini untuk nelayan dengan armada tidak lebih besar dari atau < 10 GT di kampung-kampung nelayan dan tempat pelelangan ikan. Upaya ini untuk menjawab masalah penggunaan BBM bersubsidi yang dinikmati oleh kapal perikanan skala besar.
 
Ketiga, penentuan lokasi pembangunan SPDN untuk nelayan harus dilakukan secara partisipatif, termasuk kelembagaan pengelolaannya.
 
Empat, melakukan pengawasan penggunaan BBM bersubsidi terhadap kapal-kapal perikanan skala besar diatas atau > 10 GT untuk tepat sasaran sesuai dengan skala usaha penangkapan. [sam]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya