Berita

Jaksa/net

Hukum

Peringati Hari Bhakti Adhyaksa, LBH Jakarta Desak Perbaikan Kinerja Lembaga Kejaksaan

SENIN, 24 JULI 2017 | 17:18 WIB | LAPORAN:

Hari Bhakti Adhyaksa (Hari Kejaksaan Nasional) diperingati setiap tanggal 22 Juli, terkait dengan kedudukan LBH Jakarta sebagai lembaga yang fokus memberikan bantuan hukum sering berhadapan langsung dengan Jaksa sehingga penting bagi LBH Jakarta untuk menyuarakan refleksi terkait situasi faktual seputar permasalahan-permasalahan yang kerap terjadi di Lembaga Kejaksaan.

Dalam UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI secara tegas dan jelas telah menempatkan posisi Jaksa sebagai salah satu profesi penegak hukum yang dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, terutama  fungsi Jaksa sebagai pengendali suatu perkara (dominus litis) dalam proses penyidikan.

Hal tersebut dikarenakan hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.


Namun demikian menurut advokat LBH Jakarta, Ayu Eza Tiara masih saja terdapat permsalahan-permasalahan krusial terkait kinerja Kerjaan. Dalam kurun waktu 2014 hingga 2017, LBH Jakarta mencatat beberapa permasalahan yang pernah diadukan dan ditangani LBH Jakarta.

"Pengaduan tersebut diantaranya adanya dugaan pemerasan yang dilakukan oleh seorang Jaksa, tidak adanya pengawasan terhadap proses pemeriksaan perkara pidana, minimnya jaminan perlindungan anak dalam pemeriksaan di Kejaksaan, sulitnya akses untuk memperoleh informasi dan salinan berkas perkara yang akan berkaitan dengan pembelaan seorang terdakwa, serta permasalahan-permasalahan lainnya," beber Ayu melalui keterangan pers kepada redaksi, Senin (24/7).

Selanjutnya LBH Jakarta juga kerap berhadapan dengan Jaksa yang tidak menguasai perkara yang ditanganinya. Seperti yang terjadi pada tahun 2016, kasus salah tangkap yang berujung pada praktek penyiksaan yang menimpa Andro dan Nurdin (pengamen Cipulir yang dituduh melakukan pembunuhan), mereka dipaksa mengaju telah melakukan tindak pidana pembunuhan, namun pada yang akhirnya memperoleh putusan bebas.

Hal tersebut juga terjadi  pada Herianto, Aris serta Bihin (yang dituduh melakukan tindak pidana pencurian motor dan penadahan) pada Juni 2017, namun mereka  mendapatkan penetapan hakim untuk tidak dilanjutkan persidangannya karena penetapan status tersangka yang disandangkan kepada mereka dinilai Hakim tidak sah.

Ironisnya, kasus seperti yang dialami Andro, Nurdin, Herianto, Aris dan Bihin tersebut, bukanlah yang pertama kali terjadi. Selama 3 (tiga) tahun terakhir, LBH Jakarta mencatat sekurang-kurangnya terdapat 37 (tiga puluh tujuh) kasus salah tangkap yang berakhir pada praktek penyiksaan yang diadukan ke LBH Jakarta dan beberapa diantaranya dinyatakan terbukti tidak bersalah.

"Tentunya, angka ini belum merepresentasikan kasus-kasus lain dimana para korbannya tidak memiliki akses terhadap bantuan hukum atau turut diawasi kasusnya oleh sorotan media massa," tambah Ayu.

Kecenderungan Jaksa yang hanya sekedar melanjutkan berkas perkara yang diberikan oleh penyidik kepadanya  untuk dijadikan dasar penuntutan dimuka pengadilan, membuat peran Jaksa dipandang seperti “kurir” atas perkara yang sidik oleh Polisi.
Dari contoh kasus di atas Jaksa tidak mengetahui dasar perkara yang sedang mereka tangani. Penguasaannya yang minim tersebut tentu akan menghasilkan dakwaan yang tidak adil pula dan selanjutnya ketika Jaksa tidak berhasil membuktikan adanya tindak pidana di pengadilan Jaksa terus mengajukan upaya hukum banding bahkan hingga kasasi. Seharusnya kegagalan Jaksa dalam membuktikan dakwaannya dijadikan sebagai sebuah peringatan agar Jaksa tidak gegabah menerima perkara dan membawanya kemuka pengadilan.  
 
"Berdasarkan fakta-fakta hukum dan permasalahan diatas LBH Jakarta mendesak lembaga Kejaksaan untuk dapat memaksimalkan fungsi Jaksa sebagai pengendali perkara (dominus litis) dan meningkatkan sistem pengawasan internal di lembaga kejaksaan untuk meminimalisir jaksa-jaksa yang melakukan pelanggaran bahkan merugikan posisi sang pencari keadilan," demikian Ayu.[san]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya