Fahri Hamzah nggak ada capeknya nyerang KPK. Wakil Ketua DPR ini malah makin nyinyir dengan menyamakan komisi antirasuah itu dengan berhala.
Pernyataan ini disampaikan Fahri ketika menanggapi 153 guru besar anti korupsi atau akademisi bergelar profesor dari seluruh Indonesia yang menolak pansus angket sekaligus menolak revisi UU KPK. Menurut dia, penolakan para guru besar dan profesor menjadikan KPK sebagai lembaga suci. Mengubah UU KPK dan mengkritik komisi itu dianggap penistaan. "KPK seperti berhala," ucap Fahri, kemarin.
Tak cuma guru besar dan profesornya, menurut Fahri, ada perguruan tinggi yang juga melarang mahasiswanya menggelar diskusi tentang UU KPK. "Ini tragis sekali. Apakah ini pertanda kematian kampus kita. Apakah ini awal runtuhnya kampus kita? Apakah ini awal runtuhnya kebebasan berpikir?" kritiknya.
Menurut dia, seharusnya guru besar hanya fokus dalam dunia pendidikan. Bukan justru ikut memberikan dukungan politik yang disebutnya merugikan. Fahri juga menyebut guru besar telah dimobilisasi kelompok tertentu untuk asal memberikan dukungan terhadap KPK. Padahal, dia meyakini mereka tak paham persoalan. Pansus hak angket justru dibentuk untuk masa depan KPK.
"Guru besar dimobilisir, nggak ngerti persoalan, tidak mendalami hukum, main dukung KPK, nggak mau ada revisi dan sebagainya. Padahal mereka kurang mengerti apa substansinya," ujarnya.
Kata dia, akan lebih elok jika para profesor dan guru besar menyampaikan pandangannya dalam diskusi yang dilengkapi dengan data. "Bukankah ini akan lebih sehat? Kenapa ikut-ikutan mengembangkan fiksi yang tidak ada dalam kenyataan," sesalnya. "Biarlah kita mulai mendiskusikan KPK sebagai lembaga biasa, lembaga tambahan yang tidak ada dalam konstitusi," imbuhnya.
Fahri kemudian mengungkapkan alasan KPK tak layak didukung. Sebab, komisi itu telah menggelontorkan dana ke LSM agar terus ditopang dukungan apabila sedang diserang. Dia mengaku mengantongi datanya. "KPK itu dapat dana donor dari luar negeri, APBN sekarang. Nah, APBN itu dikasih ke LSM. LSM disuruh memuji dia, suruh menggalang dukungan. KPK Jadilah lembaga yang akuntabel," tudingnya.
Fahri juga menyebut, lembaga semi negara seperti KPK tidak lagi diperlukan. Bukan cuma KPK, tapi juga lembaga-lembaga semi negara lainnya. Di antaranya, Komnas HAM. Dia pun meminta pemerintah membubarkan. "Menurut saya, lembaga-lembaga ini sebetulnya sudah tidak diperlukan," ujarnya.
Tak lagi diperlukannya lembaga semacam itu, tegas Fahri, karena negara telah mengalami konsolidasi demokrasi dan penguatan institusi. Selain itu, Fahri menilai, KPK dan Komnas HAM yang bagian dari auxiliary state's atau organ yang bekerja menunjang kerja pemerintah pada praktiknya keduanya bekerja di luar batas kewenangan. Lembaga-lembaga itu ditunggangi pihak-pihak tertentu dan dijadikan alat politik.
"Gunanya apa buat kita? Menghabiskan uang. Termasuk Komnas HAM, KPK. Karena ini fungsinya ada dalam negara. Dulu (lembaga inti) dianggap nggak efektif, ini dianggap diperlukan. Sekarang kalau fungsinya dianggap tak ada dalam negara, ya ngapain? Bubarkan saja," tegasnya.
Dikonfirmasi, Jubir KPK Febri Diansyah enggan menanggapi pernyataan Fahri. "Pernyataan-pernyataan seperti itu tidak perlu ditanggapi," tegasnya di Gedung KPK, tadi malam.
Eks aktivis ICW ini meyakini Presiden Jokowi tak akan mengikuti usulan Fahri. Sebab, Jokowi sudah berkomitmen ingin memperkuat KPK. "Jangan karena ada tekanan secara politik seperti itu KPK berhenti menangani kasus korupsi," tandasnya.
Senada, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga enggan menanggapi pernyataan Fahri. "Kirim Salam sama Pak Fahri ya. Gitu ya, selamat Lebaran mohon maaf lahir batin. Salam, sama-sama Sukses KPK dan DPR," seloroh Saut, kemarin.
Disinggung soal usulan pembubaran KPK yang dicetuskan Fahri, Saut dengan enteng menjawab, "Ya namanya juga usul," pungkasnya.
Sebelum ini, Fahri juga pernah bikin serangan ke KPK. Di sela-sela kunjungan ke Korea Selatan, dia membandingkan kinerja KPK-nya Negeri Ginseng dengan KPK Indonesia. Kata dia, KPK di sana mampu berantas korupsi selama 7 tahun, sementara KPK di sini 15 tahun juga belum mampu. ***