Berita

Politik

Rente Proyek dan Pengkhianat Pembangunan

JUMAT, 23 JUNI 2017 | 05:25 WIB

HARAPAN dan Optimisme untuk terwujudnya masyarakat adil dan makmur atau keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia di atas rencana pembangunan Indonesia yang dilaksanakan Pemerintah pada era reformasi ini kelihatannya semakin jauh dan memudar.

Kita tak perlu terlalu sulit utk berteori memperdebatkan hal itu, guna menerima kemungkinan gagalnya pembangunan tersebut.  

Salah satu faktor yang selama ini lepas dari pengamatan para ahli adalah: fakta bahwa pembangunan Indonesia telah dibajak (disabot) oleh para elite politik dan pemerintahan - dengan cara menetapkan rente untuk semua proyek.


Fakta tentang hal itu bisa dilihat  dari berbagai kasus hukum yang ada baik ditingkat pusat maupun propinsi serta kabupaten  - dimana bisa dikatakan hampir tak ada projek pembangunan yang bebas dari rente. itu belum ditambah dengan hasil pemeriksaan BPK yang tidak ditindaklanjuti.

Fakta tentang pengenaan rente atas setiap projek pembangunan tersebut menurut saya  tidak lagi bisa disebut  hanya sekedar  sebuah kasus korupsi, tetapi lebih dari itu merupakan tindakan menggagalkan pembangunan. Secara demikian maka bisa diartikan, bahwa yang menggagalkan pembangunan Indonesia itu adalah para elite yang dengan melawan hukum dan menyalahgunakan jabatannya untuk mendapatkan rente. Inilah salah satu modus  korupsi yang kerap terjadi.

Padahal  untuk membiayai projek-projek pembangunan tersebut pemerintah dengan mengunakan otoritas yang diberikan oleh konstitusi dan UU selain mengutip pajak dari rakyat dan mengeksploitasi sumber daya alam juga membuat hutang dan menjadikan hutang itu sebagai hutang negara yang akan ditanggung oleh rakyat dan generasi selanjutnya.  

Karena itulah sejumlah teman dalam diskusi kecil pada acara buka puasa bersama terbatas kemarin mencoba menggulirkan isu untuk mengkaji dua kemungkinan secara komprehensif, yaitu:

a. mempelajari kemungkinan pembatalan kontrak pemanfaatan Sumber Daya Alam yang diberikan kepada asing maupun swasta dalam negeri yang secara ekonomis merugikan rakyat daerah dan negara;

b. mempelajari kemungkinan pembatalkan hutang yang dibuat oleh Pemerintah yang dilakukan dengan tidak hati-hati dan kemanfaatan yang tidak jelas utk kepentingan rakyat.

Keinginan tersebut di atas  diperkuat dengan fakta bahwa sampai hari ini kita belum mendengar ada Politik Hukum dan Pembangunan dari Pemerintah untuk membebaskan Projek Pembangunan dari Rente? Padahal berbagai kasus korupsi besar yang terungkap selama ini menunjukkan hal itu.

Di balik itu, Politik Hukum Negara yang dicanangkan sejak awal reformasi  untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme semakin kehilangan elan dan spiritnya.

KPK yang didirikan untuk menjadi motor penggerak yang bukan saja dapat memberantas korupsi melainkan juga dapat memperbaiki kinerja Kepolisian dan Kejaksaan yang dianggap lemah dalam pemberantasan korupsi  juga mulai kehilangan fokus serta dipertanyakan kredibilitasnya.

Oleh karena itu, merujuk pada lemahnya Politik Hukum Pemerintah dan Organ-Organ Pelaksananya untuk membebaskan projek-projek pembangunan dari rente maka berkembanglah pertanyaan:

1. mungkinkah Indonesia bebas dari korupsi - jika komitmen dan konsistensi Pemerintah tidak terlihat sama sekali;

2. Mungkinkah Pembangunan Nasional Indonesia akan terwujud jika projek-projek pembangunan disabot dengan rente yang cukup besar?

3. Bagaimana kisah reformasi brokrasi yang dicanangkan, berhasil atau gagal?
masih layakkah remunerasi diberikan jika reformasi birokrasi hanya berhenti dikonsep dan ujar-ujar saja?.

4. Mungkinkah secara hukum dan politik para Elite Politik & Pemerintah yang menetapkan rente tidak hanya dikenakan pasal-pasal  korupsi tetapi juga pasal-pasal pengkhianat negara karena membajak pembangunan Indonesia.  

Jawaban atas semua pertanyaan itu kembali kepada kita semua, rakyat Indonesia.

Selamat menyambut idhul fitri 1438 H - mohon maaf lahir batin, Semoga dengan kembalinya kita ke fitrah, projek-projek pembangunan Indonesia bisa bebas dari rente.  [***]

Mayasyak Johan  
Ahli Hukum dan Pemerhati Sosial

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya