Berita

Tjahjo Kumolo/Net

Politik

Sekjen SAKTI: Mendagri Alami "Amnesia Politik"

JUMAT, 16 JUNI 2017 | 05:49 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Ancaman pemerintah lewat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam pembahasan RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu seperti mengalami "amnesia politik".

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) Girindra Sandino kepada redaksi, Jumat (16/6).

"Pemerintah melalui Mendagri dengan ancamannya seperti mengalami "amnesia politik". Yang kita ketahui proyeksi kontestasi demokrasi ke depan adalah Pemilu serentak, sementara UU Pemilu yang lama tidak mengatur itu," kata Girindra.


Mendagri mengatakan, jika DPR tidak mengakomodasi keinginan pemerintah bahwa presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional, maka pemerintah dengan berat hati akan menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu. Politisi PDIP itu menuturkan nantinya Pemilu 2019 akan menggunakan UU Pemilu yang lama, di mana presidential threshold juga 20-25 persen.

Jelas Girindra, menggunakan UU Pemilu lama pada Pemilu serentak 2019 akan membawa ke arah politik oportunistik dan transaksional-konspiratif, akan lebih terang-terangan, hal ini terjadi jika koalisi parpol mengusung capres-cawapres dilaksanakan pasca pemilihan legistatif.

"Padahal jelas-jelas konstitusionalitas koalisi parpol sebelum Pileg, didasarkan pada Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan umum," ungkapnya.

Koalisi parpol sebelum pemilu, lanjut Girindra, sudah lama merupakan pelaksanaan demokrasi di berbagai negara, dengan fungsi utama pengerahan sumber daya politik berbasis elektoral lebih luas. Jika koalisi elektoral sebelum pemilu legislatif terealisasi sebagai kesepakatan politik nasional baru di Indonesia ke depan dengan adanya keserentakan pemilu, penentuan pilihan politik rakyat secara kritis diprediksi akan terarah pada maksimal empat koalisi parpol. Satu di antaranya merupakan koalisi besar.

"Lantas konsensus politik nasional baru tersebut menjadi langkah maju bagi konsolidasi demokrasi dengan keterlibatan politik rakyat," pungkasnya.

Girindra sebelumnya juga mengatakan bahwa pernyataan Mendagri merupakan penghinaan terhadap DPR dan rakyat, karena pemerintah telah melakukan pemaksaan kehendak. [rus]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya