Center for Budget Analysis mencatat anggaran Rp 223,5 miliar lebih telah dihabiskan untuk Program Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata (Kemenpar) yang dijalankan Satuan Kerja Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara.
Uang ratusan miliar tersebut dihabiskan untuk megaproyek “branding pariwisata di luar negeri†yang dilaksanakan sebanyak 29 kali di 19 negara dan satu kawasan (Timur Tengah).
"Seperti yang diungkapkan kami sebelumnya, ternyata mega proyek tersebut tidak berdampak signifikan terhadap kunjungan wisatawan asing ke Indonesia," ujar koordinator Investigasi Center for Budget Analysis, Jajang Nurjaman dalam keterangannya, Rabu (14/6).
Data yang diperoleh CBA, papar Jajang, jumlah pengunjung wisatawan asing di tahun 2016 misalnya, hanya mencapai 11,5 juta orang, jauh melenceng dari jumlah yang ditargetkan sebanyak 12 juta wisatawan asing.
"Hal tersebut tentunya bukan tanpa sebab," kata Jajang.
Pihaknya menduga kegagalan ini karena adanya penyelewengan yang dilakukan oknum Kemnpar dalam megaproyek branding pariwisata di luar negeri.
"Pertama, dari 29 proyek branding pariwisata di luar negeri, ternyata dimenangkan oleh beberapa perusahaan saja. Tercatat ada delapan perusahaan yang memenangkan lebih dari satu proyek branding pariwisata di luar negeri Kemenpar," jelas Jajang.
Misalnya PT. Dinasty Harjo Mukti yang beralamat di Wisma BSG Lantai 7, Jl. Abdul Muis No. 40 Kel. Petojo Selatan, Kec. Gambir, Jakarta Pusat. Perusahaan ini memenangkan tujuh proyek branding pariwisata yang dilaksanakan di Belanda, Malaysia, Australia, Jerman, Amerika, UEA, dan Singapura. Total nilai kontrak untuk tujuh proyek tersebut sebesar Rp 64.752.000.000. Menurut Jajang, hal ini sangat mencurigakan karena pihak Kemenpar selalu memenangkan PT. Dinasty Harjo Mukti dan mengesampingkan perusahaan lainnya.
Kedua, lanjut Jajang, ada dugaan persaingan tidak sehat dalam proyek branding pariwisata di luar negeri.
Dari 29 proyek yang terlaksana, CBA mendapati 16 di antaranya berpotensi merugikan negara. Hal tersebut selain karena pihak Kemenpar selalu memenangkan perusahaan tertentu sekalipun harga tawaran perusahaan tersebut kelewat mahal dan tidak masuk akal.
"Contohnya, dalam proyek Publikasi Branding Pariwisata Indonesia Melalui Media Ruang Internasional Pasar Jerman. Kemenpar memenangkan PT. Dinasty Harjo Mukti dengan nilai kontrak sebesar Rp 8.539.000.000. Angka tersebut kelewat mahal jika dibandingkan tawaran PT. Havas Arena Indonesia senilai Rp 6.490.000.000, begitupun dengan 15 proyek lainnya," urainya.
Dengan demikian, potensi kebocoran uang negara dalam proyek branding pariwisata di luar negeri selama periode 2016-2017 mencapai sebesar Rp 27.934.966.532.
"Sekali lagi tepuk tangan untuk prestasi Arief Yahya," imbuh Jajang.
[wid]