TARAWEH usai. Kiai Daman rebahan di atas sajadahnya. Sedangkan para santri bergegas menuju teras masjid untuk menyelenggarakan darusan. Namun tak lama kemudian seorang santri tergopoh-gopoh mendekati sang kiai.
"Maaf kiai, ada seorang perempuan yang memaksa ingin bertemu. Padahal sudah saya sampaikan bahwa panjenengan sedang istirahat karena dinihari nanti mengajar," kata santri santun. Kiai Daman menoleh sebentar. Ia pun beranjak dari sajadahnya dan menuju kediamannya yang tidak jauh dari masjid.
"Siapa Anda?" Tanya Kiai Daman didampingi isterinya.
"Saya Sofia, Kiai. Saya berasal dari kampung sebelah, Batulicin." Jawab sang tamu. Kiai Daman tampak manggut-manggut. Isteri Kiai Daman menepuk lembut tangan suaminya lalu menjelaskan maksud kedatangan Sofia.
"Oh, kamu mimpi, mimpi apa? Mungkin saya bisa menafsirkan mimpimu," ujar Kiai Daman.
"Begini, Kiai. Suatu malam saya bermimpi seakan-akan telah dimasukkan ke dalam surga. Suasana surga tidak seperti biasanya. Ia dihiasi dengan hiasan-hiasan yang sangat indah. Ketika saya sampai di pintu surga, saya dapati penghuni surga dalam keadaan berdiri di pintu-pintu surganya masing-masing. Ada apakah dengan penduduk surga? Saya bertanya ke seseorang yang ada di sebelah saya. Dia menjawab bahwa mereka berada di pintu-pintu surga sedang menanti seorang wanita. Karena penasaran, saya bertanya kembali tentang sosok wanita yang ditunggu itu. Orang itu menjawab, wanita yang sedang ditunggu itu seorang karyawan dari Batulicin, namanya Dona. Mendengar penuturan orang itu, saya teringat dengan seseorang, yaitu Dona saudara saya sendiri".
Kiai Daman tenang mendengarkan cerita tamunya. "Lantas apa yang kamu lihat selanjutnya?"
"Lalu saya pun ikut menunggu kedatangan Dona di sekitar pintu surga. Tidak lama kemudian Dona datang. Ia mengendarai seekor onta indah yang terbang mengitari surga. Merasa mengenalnya, saya memanggil Dona. Ia menoleh namun hanya tersenyum. Saya kembali memanggilnya dengan tatapan penuh kekaguman. Saya pun meminta kepadanya agar Allah mengijinkan saya mengikutinya. Mendengar permintaan saya, Dona menggelengkan kepala sambil mengatakan bahwa saya belum waktunya seperti dia." Sofia menghentikan ceritanya.
"Teruskan ceritamu," pinta Kiai Daman. Belum sempat Sofia menjawab, Bu Nyai Daman menimpali, "mimpinya sampai di situ".
Kiai Daman tersenyum. Ia nyalakan sebatang rokok dan menghirupnya sekali dua kali, lalu ia matikan. Kopi yang masih panas telah tersedia di meja pun ia seruput.
"Begini…eh, siapa namamu?" Tanya Kiai Daman.
"Sofia, Kiai."
“Oh, ya…begini Sofia. Mimpimu itu mirip dengan mimpi seorang perempuan rajin beribadah, yang diceritakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya.†Kata Kiai Daman.
"Saudaramu yang hadir dalam mimpimu itu sudah wafat, kan?" Selidik Kiai Daman.
"Ya, Kiai."
"Nah, ia datang kepadamu di bulan Ramadhan ini. Ingin berpesan kepadamu tentang dua hal, pertama, usahakan hatimu selalu dalam keadaan prihatin. Kedua, dahulukan rasa cintamu kepada Allah, enyahkan hawa nafsu burukmu. Dengan dua hal itu kematian tidak akan membahayakanmu."
"Beruntunglah kau, Sofia, di bulan Ramadhan ini Allah telah menunjukkan kasih sayangnya kepadamu melalui mimpi itu. Sekarang pulanglah dan bersyukurlah kepada Allah dan lakukan dua hal itu," tutur Kiai Daman.
Penulis adalah Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)