Berita

Kebakaran Hutan/net

Nusantara

Bahaya, Segera Selamatkan UU 32/2009 Dari Korporasi Jahat Sektor Hutan Dan Perkebunan

SENIN, 29 MEI 2017 | 14:17 WIB | LAPORAN:

Korporasi sektor hutan dan perkebunan yang tergabung dalam asosiasi pengusaha baik Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) telah mengajukan Judicial Review (JC) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

JR itu terkait beberapa pasal dalam UU 32/2009 yang dianggap oleh perusahan bertentangan dengan Konstitusi, khususnya pasal 88 yang di dalamnya mengandung prinsip strict liability dalam kasus pelanggaran lingkungan hidup.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati mengatakan gugatan JR yang diajukan oleh kekuatan korporasi ini bukan hanya berbahaya bagi lingkungan hidup, tetapi juga berbahaya karena mengancam keselamatan hidup rakyat.


"Ancamannya bukan hanya generasi hari ini, tetapi juga generasi yang akan datang. UU 32/2009 sesungguhnya berpedoman pada Konstitusi, karena itulah UU 32/2009 ini kami nilai sebagai salah satu UU yang sangat progressif untuk melindungi lingkungan hidup dan keselamatan rakyat," tegas Nur melalui siaran pers kepada redaksi, Senin (29/5).

Menurut Nur, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak konstitusional warga negara dan hak asasi manusia yang fundamental. Atas dasar itu Nur menjelaskan apa yang telah dilakukan oleh kekuatan modal tersebut harus dilihat sebagai upaya sistematis korporasi skala besar melawan Konstitusi dan Undang-Undang.

"Korporasi terus berupaya melemahkan Negara dan supremasi hukum melalui berbagai upaya, termasuk JR yang dilakukan oleh Asosiasi Pengusaha Hutan dan Perkebunan skala besar ini," ungkap Nur.

Selain melalui JR ini, imbuh Nur, korporasi juga terus melakukan manuver melawan regulasi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Bahkan secara politik, korporasi ini juga mendorong RUU Perkelapasawitan, sambil terus mempengaruhi opini publik dan menggeser problem kebakaran hutan dan lahan gambut kepada masyarakat adat dan lokal, dan mengklaim bahwa perkebunan sawit dan kebun kayu skala besar bukan penyebab deforestasi.

Kini kata Nur, korporasi mencoba membangun logika hukum bahwa mereka yang dilanggar hak-haknya dengan membiaskan entitas korporasi skala besar sama dengan warga negara, padahal sesungguhnya mereka lah aktor yang paling bertanggungjawab atas pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa kebakaran hutan dan ekosistem rawa gambut.

"Praktek investasi yang selama ini dilakukan oleh kekuatan korporasi inilah yang justru banyak melanggar hak-hak dasar warga negara, merampas hak  asasi manusia dan bahkan merampas hak lingkungan hidup itu sendiri", tegas Nur.

Untuk itu, WALHI ingin mengajak seluruh warga negara melawan lupa atas kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang telah dilakukan oleh kekuatan korporasi dalam kurun waktu yang sangat panjang. Pembakaran hutan dan ekosistem rawa gambut yang mengakibatkan kerugian tidak terhingga, bahkan hilangnya hak hidup rakyat dan makhluk hidup lainnya juga penghancuran ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.

Data WALHI menurut Nur, menunjukkan sebagian besar titik api berada di wilayah konsesi perusahaan, setidaknya dalam peristiwa karhutla tahun 2015.  Seluruh elemen bangsa hendaknya menyadari bahwa JR yang dilakukan oleh korporasi ini adalah upaya sistematis melawan perintah Konstitusi dan Undang-Undang dan upaya menghindari hukum dalam bisnis yang mereka lakukan.

WALHI pun mengingatkan Presiden, aparat penegak hukum dan lembaga peradilan negara, termasuk MK sebagai pengawal Konstitusi untuk meletakkan Konstitusi Negara kita sebagai landasan bagi perlindungan terhadap hak asasi warga negara untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

"Kami juga mengingatkan Presiden, aparat penegak hukum dan lembaga peradilan agar tidak ragu untuk terus membawa kasus kejahatan korporasi ke ranah hukum sesuai Konstitusi dan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," demikian Nur.[san]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya