Berita

Ilustrasi/Net

Nusantara

Fatayat NU Kampanyekan Stop Perkawinan Anak

SABTU, 06 MEI 2017 | 10:47 WIB | LAPORAN:

. Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama menolak keras praktik perkawinan anak yang masih marak terjadi di Indonesia.

Isu itu menjadi salah satu pembahasan dalam Rapat Kerja Nasional Fatayat NU yang digelar di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada 4-7 Mei 2017. Kegiatan yang diikuti seluruh pengurus Fatayat NU tingkat provinsi ini menunjuk negara ikut bertanggung jawab atas tingginya angka perkawinan anak.

"PP Fatayat NU saat itu ikut hadir di Mahkamah Konstitusi dalam rangka pengajuan pendewasaan usia perkawinan," jelas Ketua Umum Fatayat NU Anggia Ermarini, Sabtu (6/5).


Dia menjelaskan, UU 23/2012 tentang Perlindungan Anak menyebut bahwa mereka yang belum berusia 18 tahun adalah masuk kategori anak/remaja. Data Riset Kesehatan Dasar 2015 menunjukkan angka pernikahan usia di bawah 19 tahun sebesar 46,7 persen, dan pernikahan di kelompok usia 10-14 tahun sejumlah hampir 5 persen.

Angka itu menunjukkan kewajaran jika Indonesia masuk kategori negara tertinggi di dunia yang memiliki jumlah pernikahan anak terbanyak.

"Dampak perkawinan anak tidak hanya secara biologis pada kesehatan reproduksi perempuan tetapi juga dampak psikis yang juga berakibat pada permasalahan-permasalahan sosial lainnya. Seperti kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, kemiskinan, sampai pada kasus trafficking," lanjut Anggi.

Selain itu, angka kematian ibu (AKI) melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 305 untuk 100 ribu kelahiran. Dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyebutkan, salah satu faktor pendorong tertinggi dari AKI yaitu 48 persen adalah menikah muda dan hamil pada usia di bawah 20 tahun.

"Kita harus gerakkan kader Fatayat NU yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mengkampanyekan secara aktif dan masif stop pernikahan anak," seru Anggi.

Kader Fatayat NU sendiri tersebar di 34 provinsi dengan 480 cabang atau setingkat kabupaten/kota. Terdiri dari 2.000 PAC atau tingkat kecamatan, dan 21.000 ranting atau tingkat desa.

"Negara juga harus bertindak tegas. Segera atur usia pendewasaan perkawinan ke dalam undang-undang, beri sanksi kepada aparat yang ikut membantu pelaksanaan proses perkawinan anak," jelas Anggi yang juga staf khusus Kementerian Pemuda dan Olah Raga. [rus]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pramono Pertahankan UMP Rp5,7 Juta Meski Ada Demo Buruh

Rabu, 31 Desember 2025 | 02:05

Bea Cukai Kawal Ketat Target Penerimaan APBN Rp301,6 Triliun

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:27

Penemuan Cadangan Migas Baru di Blok Mahakam Bisa Kurangi Impor

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:15

Masyarakat Diajak Berdonasi saat Perayaan Tahun Baru

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:02

Kapolri: Jangan Baperan Sikapi No Viral No Justice

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:28

Pramono Tebus 6.050 Ijazah Tertunggak di Sekolah

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:17

Bareskrim Klaim Penyelesaian Kasus Kejahatan Capai 76 Persen

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:05

Bea Cukai Pecat 27 Pegawai Buntut Skandal Fraud

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:22

Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:19

Jakarta Sudah On The Track Menuju Kota Global

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya