CATATAN saya, lembaga polling yang dipimpin Yunarto Wijaja, telah menerbitkan skor Ahdjrot hanya terpaut 2 persen dari Anies Sandi. Sedangkan hasil polling lembaga lainya, berkisar belasan persen.
Maka kesimpulan saya, Charta berdusta. Tak jadi masalah riset salah. Tapi berdusta, haramnya, haram harbi, haram besar. Ada tiga jargon soal itu, sebagai berikut:
1. Jika birokrat, boleh berdusta, tapi tak boleh salah.
2. Jika politisi, boleh salah, juga boleh berdusta.
3. Peneliti, boleh salah, tapi tak boleh berdusta.
Menurut saya, Yunarto melakukan jargon Nomor 2 untuk memerankan jargon Nomor 3 sekaligus untuk jargon Nomor 1. Jadinya, rabun ayam. Rabun etika. Rabun ilmu, dan Rabun logika. Itu menguras semua isi intelektual, dan menyisakan istilah Orang Jawa: telek!
Pada riset, termasuk teknik polling, tak ada kata "meleset". Sudah tercakup dalam error dan deviasinya. Makanya disebut penelitian.
Kecuali Anda memanipulasinya. Kalau dimanipulasi, sebenarnya terlalu mahal pakai polling pura-pura segala. Lebih cepat dan murah langsung bikin hasil presentasi final report. Tiga jam cukup dikerjakan dengan solo karir. Dikarang saja. Idiom Orang Madura lebih pas: Rang Ngarang.
Pada Rang Ngarang, tak ada keterlibatan moral, norma, etcetera. Yang ada, adalah modus dan mens rhea (niat jahat).
Karenanya, semua halal. Bahasa orang Madura lebih pas: Lal Halal. Maka nanti ketika Yunarto jadi Mendikbud, ada dua postulat: (1) Rang Ngarang, dan (2) Lal Halal.
[***]
Penulis Merupakan Mantan Anggota Komisi III DPR