Organisasi buruh dan pekerja diminta dapat terus menyoroti ketimpangan dan ketidakadilan sosial yang masih terjadi, di mana proses perbaikannya masih melambat. Menjelang peringatan Hari Buruh Internasional atau dikenal sebagai May Day pada 1 Mei mendatang.
"Ada beberapa ketimpangan yang saat ini masih terjadi dalam kondisi ketenagakerjaan di Indonesia, yaitu ketimpangan pasar kerja, di mana pekerja dengan keterampilan tinggi menerima gaji yang lebih besar dan tenaga kerja lainnya dengan keterampilan yang rendah hampir tidak memiliki peluang untuk mengembangkan keterampilan mereka," ujar analis politik dan HAM Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga kepada wartawan, Sabtu (29/4).
Menurutnya, buruh di Indonesia masih terperangkap dalam pekerjaan informal dengan produktivitas rendah dan pemasukan yang kecil. Kemudian juga terdaoat ketimpangan dalam menghadapi goncangan ekonomi, di mana saat terjadi goncangan ekonomi kelas buruh lebih terkena dampak dengan menurunnya kemampuan untuk memperoleh pemasukan serta melakukan investasi kesehatan dan pendidikan.
"Dalam berbagai studi tentang kenaikan upah minimum (UMP) justru menimbulkan ketimpangan dan inflasi," kata Andy.
Selanjutnya, ketimpangan dalam mendapatkan ketersediaan tempat tinggal, masih banyak buruh yang mengontrak dan tidak memiliki rumah sendiri yang sesuai dengan standar kelayakan. Dalam hal ini, program rumah susun sederhana sewa (rusunawa) murah yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo 27 April di Serpong justru lokasinya jauh dari kawasan industri.
"Seharusnya pemerintah mengkaji kebijakan rumah tinggal atau rusunawa murah bagi buruh atau pekerja letaknya tidak jauh dari kawasan industri dengan akses transportasi yang terjangkau. Kami agak apatis kalangan buruh atau pekerja mau membeli rusunawa untuk pekerja tersebut," beber Andy.
Selain itu, ketidakadilan sosial juga masih terjadi, yaitu penyediaan sarana jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan yang jauh dari harapan para buruh terutama dari sisi pelayanan. BPJS Ketenagakerjaan yang belum menyentuh seluruh pekerja terutama pekerja-pekerja di pelosok perkebunan sawit, di luar Jawa, serta ketidakadilan dalam membeli kebutuhan bahan pokok yang ketersediaan dan harganya masih tinggi. Akses untuk mendapatkan sarana pendidikan bagi anak-anak buruh terutama di luar Jawa masih sangat rendah.
"Momentum Hari Buruh 1 Mei mendatang dijadikan bagi stakeholder hubungan industrial, pemerintah, kalangan pengusaha dan pekerja untuk mengkonsolidasikan diri dalam memperbaiki kondisi ketimpangan dan ketidakadilan sosial. Di mana, pemerintah perlu memperkuat program perlindungan sosial seperti bantuan tunai bersyarat dan beasiswa pendidikan, menambah peluang pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja dan ketersediaan lapangan kerja yang lebih baik," demikian Andy.
[wah]