Panasnya suhu politik di Pilgub DKI Jakarta diprediksi akan bergeser ke Pilgub Jawa Barat (Jabar). Terlebih koalisi yang terbentuk di Ibukota juga akan terjadi di tanah sunda.
"Kalau kita berkaca dari pengalaman DKI, ramai-ramai DKI akan bergeser ke Jabar. Pelakunya sama, koalisi sama, Gerindra dengan PKS kan sudah firm. Rame-ramenya hampir sama seperti di DKI. Pokoknya rame aja," kata politikus Demokrat, Dede Yusuf, di Jakarta, kemarin.
Meski demikian, Dede tak berharap semua isu di Jakarta dibawa ke Jabar. Misalnya isu SARA. Dia menyebut akan ada pertarungan 'gajah-gajah' besar di Pilgub Jabar nanti.
"Isu SARA jangan sampai terÂbawa lagi karena sangat sensitif sekali. Beda dengan DKI, yang kemajemukannya tinggi, kalau di Jabar kan tidak begitu tinggi seperti di Jakarta. Sebaiknya jangan bawa isu, bawa program, gagasan, pikiran, dan jumlah penduduk Jabar 57 juta, pemiÂlihnya lebih dari 35 juta. Pasti ada pertarungan 'gajah-gajah' besar," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua DPD PKS Jawa Barat, Ahmad Syaikhu mengatakan, isu SARA tidak membangun demokrasi dengan baik. "Semoga tidak ada lagi isu itu kemudian dibawa ke Pilkada Jawa Barat besok," ujarnya.
Sebaliknya, Syaikhu berharap Pilkada Jawa Barat dapat memÂberikan efek positif dan memÂberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.
Begitu juga kepada para pasangan calon, Wakil Wali Kota Bekasi itu juga mengimbau untuktidak memakai isu tersebut sebagai strategi kampanye.
"Kita kan ingin memilih orang yang baik dan berkualitas, kampanyehitam seperti itu sebaiÂknya tidak digunakan," ucap Syaikhu.
Sementara itu, CEO Polmark Indonesia yang juga sebagai Timses Pemenangan Anies-Sandi, Eep Saefulloh Fatah menyebutkan, pemilihan Gubernur di Jawa Barat mendatang tidak akan mengalami isu SARA, seperti yang menyeruak di Jakarta.
"Jika di Jawa Barat para kanÂdidat dari muslim dan muslim, maka kita harus bedakan Jawa Barat dengan Jakarta. Karena kemarin di Jakarta ada kandidat muslim dengan non-muslim," kata Eep.
Ia menjelaskan, ada rumus saat pilkada di setiap daerah, mengenai isu apa yang akan menonjol di masyarakat jika adanya perbedaan pada calon kandidat pemimpin.
"Jika dalam pilkada ada kanÂdidat perempuan dan laki-laki, maka isu gender akan naik, jika ada satu kandidat yang mewakili suku atau agama terÂtentu, dan lawannya mewakili dari suku atau agama lain, maka isu SARA akan naik. Itu rumusÂnya," jelasnya.
Ia menambahkan, saat berÂlangsungnya Pilkada di berbagai daerah semua urusan akan dibaÂhas menjadi isu, tidak melulu urusan besar seperti agama atau SARA saja.
"Warna baju yang dipilih oleh istri kandidat, yang tidak matching atasan sama bawahan pun akan menjadi bahasan. Jadi kalo masalah di bahas, pasti akan di bahas, karena ada lawan," tambahnya.
Eep yang juga sebagai konsultan politik di berbagai pemimpin daerah di Indonesia menyebutkan, banyak perbedaan lain yang ada di Pilkada Jabar dengan DKI Jakarta.
"Dari segi jumlah pemilih sudah jauh berbeda, termasuk wilayah, kalo di Jakarta hanya lima Kota satu Kabupaten yang terpusat, Jawa Barat memiliki 27 kabupaten/kota. Maka dari itu, berbeda dengan Jakarta, tidak akan ada interupsi atau instrumen politik yang mengatur kota," pungkasnya. ***