Berita

Iliustrasi/Net

Hukum

Berantas Kejahatan Korporasi Tak Cukup dengan Hukum Konvensional

RABU, 26 APRIL 2017 | 21:26 WIB | LAPORAN:

RMOL. Aparat penegak hukum didesak melakukan pengusutan korupsi dan kejahatan korporasi secara serius.
 
Wakil Sekretaris Pimpinan Pusat Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdhatul Ulama PBNU Djoko Edi S Abdurrahman menyampaikan, pidana harta kekayaan atau quasi criminal property law adalah hukum pidana modern untuk menjerat kejahatan bisnis terorganisasi.
 
"Di Indonesia dikenal dengan kejahatan korupsi korporasi. Karena itu, tidak akan bisa dijangkau dengan hukum pidana konvensional,” ungkap dia saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik bertema ‘Peran Penegak Hukum Dalam Memberantas Kejahatan Korporasi’ yang diselenggarakan Forum Komunikasi Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka), di Hotel Ambara, Jakarta Selatan, Rabu (26/4).
 

 
Mantan anggota Komisi III DPR RI ini menjelaskan, penanganan kejahatan korporasi telah dijelaskan dalam Perma 13/2016 tentang tata cara penanganan kejahatan korporasi.

Menurut dia, aturan dari Mahkamah Agung (MA) itu memberikan harapan baru bagi Indonesia, untuk memberantas tindak pidana korupsi korporasi.
 
"Bahkan secara filosofis, sosiologi dan yuridis, kehadiran Undang Undang Nomor 7 adalah mixed system darikonvensi UNTOC dan konvensi UNCAC. Model campuran ini diproyeksi sebagai modernis yang sudah menyesuaikan diri dengan pergeseran coorporate crime of corruption ke organized crime of corruption. Ini adalah percampuran civil law system dengan common law system, ya inilah yang dikenal dengan mixed system of law model," tutur Djoko.
 
Dia menyampaikan, perlu pembaharuan cara dan juga payung hukum bagi aparatur hukum Indonesia, untuk mengejar dan memberantas kejahatan korporasi. Sebab, jika dilakukan dengan cara-cara yang selama ini ada, tidak akan berdampak signifikan terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini.
 
"Faktanya, kita belum sampai kepada model itu. Kita tidak paham lebih jauh kok. Sebab, penal policy nasional saja masih belum jelas. Tak satu pun tindak pidana korupsi internasional yang pernah kita tangani, apalagi dengan model campuran. Jadi, karena hukum kita belum mampu, tindak pidana korupsi kejahatan korporasi dan pidana harta kekayaan malah telah diputihkan dengan menggunakan tax amnesty,” ujarnya.
 
Djoko mengingatkan, Indonesia bersama aparatur hukumnya harus sadar bahwa hampir semua kekayaan negara ini telah dirampok oleh koporasi dan uangnya dibawa lari ke luar negeri. “Indonesia hanya ditinggalkan ampas-ampasnya saja,” ujarnya.
 
Karena itu, keseriusan penegak hukum memberantas kejahatan korporasi juga harus diikuti dengan model dan cara pemberantasan yang maju. “Tidak bisa hanya dengan cara-cara konvensional lagi. Dan aparatur hukum kita harus siap dan mau loh,” ujarnya.
 
Di tempat yang sama, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) M Rum menyampaikan, Kejaksaan sendiri sedang fokus juga melakukan pemberantasan korupsi korporasi.
 
"Kejahatan korporasi atau yang dikenal juga sebagai white collar crime dilakukan oleh perusahaan. Termasuk kita menekankan perlunya Undang Undang Anti Monopoli, penipuan, cyber crime, korupsi dan jenis-jenis pelanggaran pidana lainnya yang dilakukan oleh korporasi,” ujarnya.
 
Memang, secara khusus, lanjut dia, pemberantasan korupsi dalam bagian kejahatan korporasi merupakan pengembangan atau perluasan dari Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
"Jaksa berkewajiban menegakkan undang undang dengan memberantas korupsi dalam kejahatan korporasi. Itu sedang juga digalakkan hingga ke tingkat bawah oleh Jaksa Agung,” ujarnya.
 
Ketua Forum Komunikasi Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka) Zam zam Siregar menyampaikan, pemberantasan kejahatan korporasi, tidaklah hanya berpatokan pada individu atau pejabat di korporasi. "Tetapi juga korporasi itu sendiri sebagai institusi. Kejahatan yang dilakukan korporasi,” ujar Zam zam.
 
Dia menyampaikan, para awak media dan pers, tentunya mendukung pemberantasan tindak pidana korporasi dimana pun berada. "Tetapi jangan pilih bulu, dan jangan hanya untuk pencitraan. Kejahatan korporasi harus benar-benar diterapkan bagi semua korporasi yang telah terbukti melanggar hukum, dengan pemberian sanksi yang maksimal. Kalau perlu korporasi yang bersangkutan harus ditutup, tidak boleh beroperasi kalau terbukti melakukan kejahatan korporasi,” pungkasnya. [sam]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya