Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau agar pemilik saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim kooperatif saat dipanggil penyidik KPK.
Pasalnya selama ini, pihak yang menerima Surat Keterangan Lunas (SKL) Badan Likuiditas Bank Indonesia itu berada di luar negeri.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan menjelaskan keterangan Sjamsul sangat diperlukan penyidik dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi yang telah dipegang KPK sejak 2014 lalu. Terlebih bos Gajah Tunggal Tbk itu merupakan pihak yang diduga ikut terlibat dalam kasus tersebut.
"Mudah-mudahan yang bersangkutan mendengar (pentetapan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggun) ini. Dan kami harapkan, yang bersangkutan datang ke KPK untuk memberikan keterangan," ujar Basaria dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/4).
BDNI menjadi Bank dengan persentase tertinggi yang tidak melunasi utang melalui BLBI. Bank yang mayoritas sahamnya dikuasai Sjamsul itu hanya membayar Rp4,93 triliun dari total Rp28,40 triliun.
BDNI merupakan salah satu dari lima bank yang salah satu dari lima obligor yang mendapatkan SKL dari pemerintahan Megawati Soekarnoputri pada 2002.
BDNI lolos dari jeratan hukum setelah Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyedikan (SP3) pada 2004 lalu. Alasannya, Bank tersebut sudah membayar Rp4,93 utanya ke negara, padahal 82,64 persen dana negara belum dikembalikan oleh bank tersebut.
Selain BDNI, BCA, Bank Surya, Bank Umum Nasional, Bank Risjad Salim Internasional lolos dari jeratan hukum. Padahal, BCA milik Salim Group memiliki utang Rp52,72 triliun dan dibayar Rp19,38 triliun,
Bank Umum Nasional milik Muhammad Bob Hasan memiliki utang Rp6,18 triliun dan dibayar Rp1,72 triliun. Bank Surya milik Sudwikatmono memiliki utang Rp1,88 triliun dan dibayar Rp713 miliar.
Kemudian Bank Risjad Salim International milik Ibrahim Risjad memiliki utang Rp664,11 miliar dan dibayar Rp370 miliar.
[zul]