Sekretaris Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Drajat Wisnu Setyawan, mengaku pernah diperintah untuk mengirimkan bingkisan ke rumah dinas anggota DPR di Kalibata, Jakarta Selatan.
Diduga bingkisan tersebut berisi uang proyek E-KTP. Dalam persidangan sebelumnya, terdakwa kasus E-KTP, Sugiharto, mengaku pernah memberikan uang 100 ribu dolar AS kepada Drajat atas perintah terdakwa Irman.
Uang tersebut bakal diberikan ke Ade Komarudin guna membiayai pertemuan Ade dengan kepala desa, camat dan tokoh masyarakat di Kabupaten Bekasi.
"Waktu itu, saya dibekali alamat saja. Alamat di komplek DPR di Kalibata," ujar Drajat saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan lanjutan kasus korupsi proyek E-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/4).
Drajat menjelaskan, setibanya di alamat tersebut, ia tidak menemui anggota DPR RI yang menempati rumah dinas. Seingatnya, bingkisan tersebut dititipkan kepada seorang perempuan.
Mendengar penuturan Drajat, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdul Basyir, meminta penegasan soal identitas pemilik rumah itu. Sayang, Drajat mengaku tidak tahu.
"Tidak tahu (namanya). Saya hanya mengantarkan saja, ternyata orangnya enggak ada. Istrinya yang terima waktu itu," jawab Drajat yang tampak gugup.
Jaksa kemudian mempertanyakan mengapa Drajat tidak mengenal pemilik rumah dari alamat yang diberikan oleh Irman.
"Yang enggak ada itu siapa? Bagaimana coba anda tahu alamatnya, tapi enggak tahu orangnya? Pasti anda tanya. Masa tanya 'Pak anu ada?, kan enggak mungkin," tanya Jaksa Abdul kepada Drajat.
Lagi-lagi Drajat mengaku tidak tahu. Dia menyebut hanya bertemu perempuan yang diketahuinya sebagai istri dari penghuni rumah dinas anggota DPR.
Mendengar jawaban tersebut, Jaksa kemudian mengingatkan Drajat agar tidak berbohong dan meminta Djarat untuk jujur karena sudah disumpah di persidangan ini.
"Saudara bukan pesakitan (terdakwa) di sini. Jadi ngomong lempeng-lempeng saja. Ada konsekuensi hukumnya kalau anda enggak beri keterangan dengan benar," kata Jaksa.
"Jadi itu istrinya siapa? Ade Komaruddin?" tanya Jaksa lagi.
"Saya enggak diberikan namanya. Saya enggak tahu Pak. Uang hanya diberikan ke istrinya," jawab Drajat.
Pada 6 April lalu, mantan Ketua Fraksi Partai Golkar, Ade Komarudin alias Akom, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi proyek E-KTP. Dalam persidangan tersebut, Akom ditanya mengenai aliran uang sebesar 100 ribu dolar AS dari Irman melalui Drajat.
Terdakwa Irman juga mengakui bahwa dirinya pernah diminta untuk membantu kegiatan Akom di Bekasi.
"Dia mengaku utusan Pak Ade dan minta dukungan sekitar Rp 1 miliar. Ringkasnya saya dan Giharto (Terdakwa Sugiharto) menugaskan Sudrajat (Drajat) untuk mengantarkan ke orang kepercayaan Pak Ade yang menunggu rumah Pak Ade di Kalibata. Laporan Pak Drajat, sudah disampaikan, disampaikan kepada istinya. Sebelum menerima, istrinya sudah menelepon suaminya. Akhirnya diserahkan uang itu Pak Drajat kepada orang kepercayaan orang Pak Ade," tutur Irman saat dikonfirmasi Hakim Jhon Halasan Butarbutar.
Dalam persidangan itu juga, Akom membantah dirinya ikut kecipratan uang yang diduga dari korupsi proyek E-KTP. Dia menginginkan terdakwa Irman menjelaskan siapa orang yang ditemuinya di rumah dinas anggota DPR.
"Orang yang menunggu rumah saya itu kemudian siapa namanya, orangnya seperti apa, nomor teleponnya, supaya clear. Saya juga enggak enak, terutama dengan masyarakat Indonesia," ujar Akom.
[ald]