Anggota Komisi V DPR Miryam S. Haryani tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus keterangan palsu.
Rencananya, bekas bendahara Partai Hanura itu bakal dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus keterangan palsu terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan ketidakhadiran bekas anggota Komisi II DPR itu telah diinformasikan melalui surat yang diberikan kuasa hukum Miryam.
Dalam surat tersebut, Miryam meminta penjadwalan ulang meski tak menjelaskan alasannya.
"Kita terima surat dari kuasa hukum tersangka MSH, yang berisi tidak bisa menghadiri pemeriksaan dan meminta penjadwalan ulang," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis malam (13/4).
Miryam diketahui dua kali dihadirkan dalam sidang Irman dan Sugiharto. Pada pemeriksaan pertama di sidang, dia membantah semua keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat diperiksa penyidik KPK. Miryam merasa saat diperiksa mendapat tekanan dari penyidik.
Selanjutnya pada pemeriksaan kedua, Miryam tetap berkukuh bahwa dalam proses pemeriksaan dirinya mendapat tekanan dan ancaman, meski saat yang bersamaan dikonfrontasi dengan tiga penyidik KPK, Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan Muhammad Irwan.
Lantaran memberikan kesaksian yang berbelit-belit, Jaksa Penuntut Umum KPK meminta penetapan majelis hakim sebagai diatur pada Pasal 174 KUHAP, untuk menjerat politikus Partai Hanura itu. Namun, hakim masih ingin mendengarkan keterangan dari saksi lainnya.
Atas sikapnya yang berbelit-belit dan menghambat pengusutan kasus korupsi yang diduga merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu, penyidik KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka pemberi keterangan palsu di persidangan Irman dan Sugiharto.
Miryam dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
[zul]