Sekretaris panitia lelang pengadaan kartu identitas elektronik (e-KTP) Pringgo Hadi Tjahyono mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses teknis proses lelang proyek itu.
Menurutnya, yang lebih mengerti dalam proses lelang adalah tim teknis yang diminta Kementerian Dalam Negeri untuk membantu pelaksanan pengadaan e-KTP. Termasuk dalam membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan spesifikasi e-KTP.
Tim teknis, sambung Pringgo, lebih menguasai proses HPS dan spesifikasi e-KTP. Termasuk memberi penilaian kepada perusahaan yang mengikuti proses lelang dan pengujian sistem keamanan atau Proof of Concept (POC) dalam e-KTP.
"Memang saya teknisnya juga tidak dilibatkan. Instrumen penilaian dari tim teknis," ujarnya saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/4).
Menurut Pringgo, sedari awal sudah mempertanyakan penunjukkan dirinya sebagai sekretaris panitia lelang dengan ketua panita Drajat Wisnu Setyawan.
Pringgo menjelaskan, dirinya bukanlah pejabat struktural di Kemendagri, dan bukan pihak yang pantas untuk menduduki posisi tersebut. Namun, saat itu, Drajat selaku ketua panitia lelang menunjuknya jadi sekretaris dengan tugas sebagai penghubung antara konsorsium pemenang tender dengan panitia lelang.
"Pertama kali dapat SK (surat keputusan) saya konfirmasi kepada panitia, kenapa saya bisa masuk padahal bukan (pejabat) strukturual. Tapi ketua panitia bilang tidak apa-apa, nanti Pak Pringgo sebagai penghubung saja," bebernya.
Di kesempatan yang sama, anggota tim teknis yang juga staf Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Arief Sartono mengakui dirinya hanya memberi masukan terkait teknis pengerjaan lelang e-KTP, namun tidak untuk menyusun HPS. Meski berdasarkan surat keputusan penugasan dari Kemendagri tim teknis memiliki wewenang untuk menyusun HPS, namun pihaknya tidak melakukan penyusunan.
"Kalau yang menyusun saya tidak tahu, soalnya kami fokus di teknis. Administrasinya seperti apa saya tidak tahu," ungkap Arief saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Irman dan Sugiharto.
Jaksa kemudian menyodorkan selembar kertas berisi detail harga produk dalam pengadaan yang ditandatangani Arief. Dia mengaku disuruh oleh seorang bernama Paryanto dari pihak Kemendagri.
"Panitia ada yang namanya Pak Paryanto, saya pikir dia suruhan. Dia minta saya tanda tangan usulan HPS, padahal saya tidak ikut ke lapangan soal rapat teknis," jelasnya.
Tim teknis lain Tri Sampurno juga mengatakan tidak pernah menyusun detail harganya. Meski begitu dia tidak mengetahui siapa yang menyusun HPS tersebut.
"Terkait HPS kalaupun sempat tanda tangan saya lihatnya seluruh anggota tim teknis ada. Kami disodorkan tapi bukan berati kita setuju. Saya kira itu dianggap prosedural saja makanya semua tim teknis teken," tuturnya.
[wah]